Humaniora

Tragedi Setan (46) : Marah dan Nafsu Seks Paling Disukai Iblis

Cerita Iblis menganjurkan berbuat baik, mengerjakan perbuatan-perbuatan baik, dan mengesankan perbuatan itu sebagai kebaikannya sendiri, sangatlah berbahaya bagi telinga orang awam. Namun untungnya, banyak kisah tentang itu berakhir klasik. Yang baik yang menang.

Jadi, ketika seseorang menerima kemungkinan ini sebagai realitas, maka tidak akan lagi terjadi kebingungan. Mereka paham, jika menemukan dongeng-dongeng pendidikan di mana Iblis memainkan peran syekh, yang memberikan arahan bagi para Sufi, pasti di balik itu ada rencana jahat. Iblis sedang merencanakan perangkap-perangkap Jalan Spiritual.

Namun mengapa cerita seperti itu terus dikisahkan? Agaknya, tujuan dari ungkapan itu adalah untuk mengingatkan orang-orang yang berjalan pada Jalan Spiritual. Berjalan di jalan itu, rintangan yang menanti pada setiap kelokan sangatlah besar. Dan itu, dari perspektif teologis sangatlah berarti.

Sebuah kumpulan cerita yang berkaitan dengan penggodaan Iblis terhadap orang-orang suci terdapat dalam ihya' Ulumuddin Al-Ghazali. Sedang beberapa contoh yang menarik tersebar dalam Al-Makki, Al-Kubra dan Ibnu Khaffi.

Beberapa dari mereka membahas tentang berbagai sifat buruk dan perbuatan jahat seseorang yang dihasut Iblis. Dari kisah itu tampak kemampuan Iblis untuk merusak kehidupan spiritual seseorang.

Dan apakah yang paling disukai Iblis? Ternyata, yang paling digemarinya adalah kemarahan. Itu tampak ketika Iblis terlihat oleh Ibnu Hanzalah dan berkata, "Wahai Ibnu Hanzalah, perhatikanlah apa yang akan aku ajarkan kepada engkau."

Ibnu Hanzalah menjawab, "Aku tidak memerlukannya!"

"Sudahlah perhatikan. Jika ini adalah nasehat yang baik, maka engkau dapat mengambilnya. Jika buruk, engkau dapat menolaknya. Wahai Ibnu Hanzalah, apakah engkau tidak bertanya pada seseorang selain pada Allah tentang hasrat? Perhatikanlah: apa yang terjadi padamu ketika engkau marah? Sesungguhnya aku mengendalikan dirimu ketika sedang marah?"

Hal yang sama juga diungkapkan Iblis, ketika ditanya oleh sekelompok orang suci tentang metodenya untuk menaklukkan umat manusia. "Kemarahan dan hasrat seksual adalah senjata yang utama," kata Iblis.

Untuk mempertegas itu, diceritakan sebuah kisah tentang Iblis yang menampakkan diri pada seorang pendeta. Mereka melakukan dialog, tentang karakter manusia yang sangat membantunya.

Iblis itu menjawab, bahwa kemarahan yang menimbulkan tindakan kekerasan menyebabkan manusia sangat mudah terserang. Manusia akan membiarkan Iblis mempermainkannya bagaikan anak kecil mempermainkan bola.

Cerita yang lebih kompleks, yang bagian dari cerita itu kemudian diambil oleh Ad-Diyarbakri, bercerita tentang pertemuan Iblis dan nabi Musa. Iblis memohon kepada Musa untuk membantunya.

Iblis meminta itu, karena ia tahu Musa secara khusus sangat dekat dengan Allah. Ia telah dipilih oleh-Nya sebagai nabi, dan telah 'bertemu' dengan Allah.

Kata Iblis, "Aku ingin bertobat. Jadilah perantara yang mengetahui atas namaku dengan Allah sehingga Dia memaafkan aku."

Musa setuju dan naik gunung. Ia membela alasan-alasan Iblis di hadapan Allah Yang Maha Kuasa. Permohonan Musa dikabulkan. Syaratnya, Iblis harus bersujud dengan penuh penyesalan di depan makam Adam.

Musa menyampaikan keputusan Allah itu kepada Iblis. Namun apa yang terjadi? Iblis itu berubah angkuh, dan kemudian menjadi marah. "Aku tidak bersujud kepadanya ketika dia masih hidup. Akankah aku bersujud kepadanya sekarang ketika dia sudah meninggal?

Wahai Musa, aku berhutang budi kepadamu karena telah menjadi perantara yang mewakili aku. Ingatlah aku dalam tiga kesempatan dan aku tidak akan merusakmu selama kesempatan-kesempatan itu.

Ingatlah aku ketika kamu menjadi marah, karena sesungguhnya jiwaku berada dalam hatimu, esensiku adalah esensimu, dan aku mengalir dalam aliran darahmu. Ingatlah aku ketika engkau sudah marah, karena apabila seseorang dalam kemarahan, aku menghembuskan bisikan ke dalam hidungnya dan dia tidak tahu tentang apa-apa yang aku lakukan.

Dan ingatlah kepadaku ketika engkau akan pergi, karena aku memandangi seorang manusia ketika dia akan bepergian, dan aku mengingatkan padanya akan isterinya, anaknya serta keluarganya sehingga dia takluk." (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar