Humaniora

Tragedi Setan (43) : Egoisme Itu Perkuat Iblis

Berpikir itu, akhirnya sang pertapa itu setuju. Ia menerima uang itu, dan membatalkan niatnya untuk menebang pohon yang disembah-sembah. Sejak itu, pertapa ini bisa membiayai hidupnya, dan ia bisa memberi derma bagi orang miskin yang lain.

Sang pertapa kembali ke ibadahnya. Selama dua malam semua berlangsung seperti yang direncanakan. Sang pertapa bisa menyenangkan diri dan keluarganya, juga orang miskin yang ada di sekitarnya. Tapi malam ketiga ternyata sangat berubah. Tak terlihat ada uang dari orangtua itu untuk diberikan pada pertapa ini.

Sang pertapa pun marah. Ia memutuskan untuk memotong pohon yang disembah-sembah. Ia merasa, jika itu dilakukan, maka uang yang dijanjikan orangtua itu akan kembali mengalir.

Dalam perjalanan menuju pohon itu, kembali ia bertemu dengan orang tua yang lain. Orangtua itu adalah Iblis yang lagi menyamar. Ia pun bertanya pada sang pertapa, tentang apa yang akan dilakukannya. Ketika mendengar bahwa sang pertapa hendak menebang pohon, dia mencela. "Engkau berdusta! Demi Allah, engkau tidak memiliki kekuasaan untuk melakukan itu."

Sang pertapa dengan marah melompat ke orangtua itu. Ia mengajaknya berkelahi, dan mencoba menjatuhkannya seperti yang telah dia lakukan dua kali sebelumnya. Tetapi dengan menyesal ia harus menerima itu. Orangtua itu tidak dapat mengalahkannya dengan mudah. Dia seperti burung tak berdaya dalam genggaman syekh tua itu. "Mengapa aku tak berdaya? Kenapa bisa begitu?," teriak sang pertapa.

Apa jawab Iblis itu? Katanya, "Pertama kali kita bertemu, engkau marah karena kehendak Allah, dan yang engkau tuju adalah hari akhirat. Untuk itu Allah menjadikan aku tunduk kepadamu dan engkau mengalahkan aku.

Tetapi kali ini engkau datang dengan kemarahan untuk kepentingan dirimu sendiri, dan apa yang engkau tuju adalah dunia. Oleh karena itu, Allah memberiku kekuatan untuk mengalahkan engkau, dan aku telah menjatuhkan engkau."

Itulah yang terjadi. Upaya Iblis untuk mengalihkan manusia dari kebaikan yang lebih tinggi menjadi kebaikan yang lebih kecil tidak terbatas pada nasehat atau bujukannya.

Apabila situasi diperlukan, Iblis sendiri yang ikut mencampuri urusan-urusan manusia dengan mengerjakan berbagai kebaikan, untuk mencegah tercapainya keadaan-keadaan yang lebih tinggi yang berhubungan dengan kebaikan yang lebih besar. (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar