Nusantara

Apkasindo Ngotot Harga TBS Petani Harus Kembali Normal

JAKARTA - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP APKASINDO) berkesempatan menyampaikan aspirasi petani sawit se-Indonesia kepada Muhammad Lutfi, Menteri Perdagangan RI. Dr. Gulat ME Manurung, MP.,C.IMA, Ketua Umum DPP APKASINDO, meminta langkah cepat untuk menormalkan kembali harga TBS (Tandan Buah Segar) sawit petani mulai Senin 31 Januari 2022 kemarin.

Rapat dihadiri oleh semua stakeholder sawit, GAPKI, APKASINDO, Asosiasi Industri Hilir, Samade, dan Kementan yang langsung dipimpin oleh Menteri Perdagangan. Besok adalah titik kritis harga TBS Petani, karena (31/1) adalah rapat penetapan harga TBS di seluruh provinsi penghasil sawit.

“Pokoknya, kami (petani sawit) meminta Bapak Menteri dengan segala kekuatannya (regulasi) agar harga TBS petani kembali normal. Ibaratnya, Bapak yang memulai dan harus Bapak yang mengakhiri. Keputusan membuat normal harga ini ada di tangan Kementerian Perdagangan,” tegas Gulat dalam Rapat Terbatas Koordinasi Minyak Goreng secara virtual pada Minggu malam (30 Januari 2022).

Semenjak harga turun dari Jumat kemarin atau 3 hari lalu, dalam hitungan Gulat, petani sawit dari Sabang sampai Merauke diperkirakan tekor Rp 748 miliar dengan asumsi penurunan harga Rp 800-Rp 1000/kg.

Dalam pertemuan tersebut, APKASINDO meminta Kemendag agar mengawasi tender CPO di KPBN Inacom. Agar perusahaan sawit peserta tender tidak semaunya mengajukan harga dengan patokan Domestik Price Obligation (DPO). Gulat mengatakan harga KPBN (Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara) Inacom menjadi salah referensi dalam penetapan harga TBS se-Indonesia di tiap provinsi.

“Semua harus berkiblat kepada hasil tender KPBN. Jika ada yang nakal, Pak Menteri tidak perlu berpikir dua kali untuk mencabut izin PKS (Pabrik Sawit)- nya karena sudah melanggar Permentan 01 2018 dan Pergub Tata Niaga TBS di tiap provinsi sawit,” urai doktor lulusan Universitas Riau ini.

Menurutnya, Indonesia membutuhkan devisa dari sawit. Jadi, semua harus diselamatkan, selamatkan petani sawit dan selamatkan juga eksportir.

“Kalau masalah minyak goreng, itu clear (perlu stabilisasi). Tetapi hal tersebut jangan dijadikan momok untuk menyandera petani sawit. Pokoknya kami petani sawit, tidak mau tahu gimana caranya agar harga TBS tidak rontok,” sebab harga CPO dunia naik, tambah Gulat.

Gulat menjelaskan bahwa petani sawit berkomitmen membantu pemerintah dan masyarakat agar stabilisasi harga minyak goreng dapat terealisasi. Petani sawit mau berbagi beban untuk minyak goreng Gotong Royong. Namun, tidak dengan harga TBS konyol saat ini. Sementara itu, korporasi juga harus berjiwa besar dengan mengurangi sedikit keuntungannya.

“Kami petani sawit mau membantu. Kenapa korporasi sawit tidak mau berbagi beban, malah menekan harga TBS. Kami memaklumi eksportir CPO tersandera dengan stop ekspor CPO dan itu sangat beresiko secara bisnis. Tapi, korporasi juga harus melihat dari sisi berbeda bahwa pengamanan kebutuhan dalam negeri juga perlu dan urgen. Untuk kepentingan bisnis CPO, jangan sekali-kali mengorbankan harga TBS, tidak sesederhana itu. Ini fatal dan dunia akan menertawakannya terutama NGO pembenci sawit (Politik dagang NGO),” jelas Gulat.

Dijelaskan Gulat bahwa Menteri Perdagangan dan jajarannya memahami kegalauan petani. Menteri Perdagangan berjanji akan melakukan upaya maksimum untuk menormalkan harga TBS petani.

Salah satu langkah konkrit, pihak Kemendag akan mengamati, memplototin dan mengawal ketat pergerakan harga dalam tender KPBN.

“Petani menyadari banyak kepentingan dalam rantai ekonomi CPO. Tapi ini kejadian luar biasa saat harga CPO dunia di atas Rp 19.000/kg. Namun, harga TBS petani malah rontok.  Petani sawit dari Sabang-Merauke meminta antara Kemendag dengan korporasi Sawit (CPO) “jangan saling mengunci”, dan mengorbankan harga TBS Petani,” tutup Gulat. (int)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar