Politik

Menteri Teresa Kok: Saya Menentang Keputusan Uni Eropa

Menteri Perindustrian Utama Malaysia, Teresa Kok

KUALALUMPUR-Dalam suratnya, Menteri Industri Utama Malaysia, Teresa Kok menentang setiap keputusan yang diambil Uni Eropa, Rabu, 13 Maret 2019. Dikatakan Teressa tudingan eropa yang mengklasifikasikan minyak kelapa sawit sebagai resiko tinggi adalah sesuatu yang salah. Dalam suratnya ini ada sepuluh point yang disampaikan Terressa Kok. 

Diantaranya adalah, bahwa kacang kedelai yang disampaikan Uni Eropa tidak menyebabkan deforestasi adalah sebaliknya. Kacang kedelai, adalah penyumbang terbesar terhadap deforestasi. 

Selama ini, dikatakan Teressa,mnegara-negara penghasil minyak kelapa sawit, termasuk Malaysia telah secara konsisten menjabarkan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa Undang-undang delegasi berdasarkan faktor-faktor yang tidak akurat dan diskriminatif.

"Ini politik perdagangan Uni Eropa, dan menerapkan standar ganda. Eropa tidak mau menyebutkan bahwa kacang kedelai, sebagai bahan minya nabati lain sebagai penyumbang lebih besar terhadap deforestasi," ujarnya. 

Saat ini, di dalam pembuatan perkebunan kacang kedelai skala besar, telah terjadi pembukaan lahan secara besar-besaran di Amerika Selatan. Tuduhan inilah yang disebut oleh Teressa sebagai sebuah standar ganda. 

Teressa juga menyinggung, perbedaan kandungan minyak antara kelapa sawit dengan kedelai. Komoditas unggulan Indonesia dan Malaysia ini, memiliki kandungan minyak delapan kali lebih besar dari minyak yang dihasilkan dari kacang kedelai. "Namun, Komisi Eropa malah mengklasifikasikan kedelai sebagai 'resiko rendah' karena sebuah politik," sebut Menteri Malaysia ini.

Untuk biofuel, dan minyak sawit apa yang ditudingkan Eropa sama sekali tidak berdasarkan pada ilmu biofuel atau ilmu tentang deforestasi. "Namun, hanya berdasarkan ilmu proteksionisme,' sebutnya. 
 
Sebelumnya, Komisi Uni Eropa pada Rabu, 13 Maret yang lalu memutuskan untuk menghapus secara bertahap penggunaan bahan bakar nabati/BBN (biofuel) berbasis minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) hingga 2030. 

Dalam rancangan terbaru regulasi Renewable Energy Directives II (RED II) tersebut, Komisi Eropa menyimpulkan bahwa perkebunan kelapa sawit telah mengakibatkan deforestasi besar-besaran. 

Hasil kajian Komisi Eropa menyatakan bahwa 45% dari ekspansi produksi CPO sejak tahun 2008 telah berujung pada kehancuran hutan, lahan gambut (peatlands) dan lahan basah (wetlands) serta menghasilkan emisi gas rumah kaca secara terus-menerus.

Adapun kajian tersebut menyebutkan bahwa hanya 8% dari ekspansi produksi minyak kedelai (soybean oil) dan 1% dari minyak rapeseed dan bunga matahari (sunflower) yang berkontribusi pada kerusakan yang sama, seperti dilansir dari Reuters. (rdh)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar