Ekonomi

Harga CPO Terjun Bebas

JAKARTA-Pukul 15.00 WIB, Kamis, 10 Januari 2019 harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) pada Bursa  Derivatif Malaysia  turun 0,73 persen ke posisi MYR 2.166/ton.

Padahal, pada sesi perdagangan pagi tadi, harga CPO sempat naik dan hampir menyentuh level tertingginya dalam 3 minggu.

Secara mingguan, harga komoditas agrikultur andalan Indonesia dan Malaysia ini mencatatkan penguatan sebesar 0,70 persen. Sedangkan perfoma tahunan tidak bisa dibilang baik, karena harganya telah tergerus 16,6 persen (YoY).

Penurunan harga CPO ini menyusul rilis data produksi, ekspor dan cadangan minyak sawit Negri Jiran oleh Malaysian Palm oil Board (MPOB) pada tengah hari tadi.

Berdasarkan data tersebut, produksi minyak sawit Malaysia pada bulan Desember 2018 memang menurun, namun hanya sebesar 2,01 persen ke 1,8 juta ton. Selain itu nilai ekspor minyak sawit juga hanya naik tipis sebesar 0,58 persen ke 1,38 juta ton.

Dalam kondisi produksi yang lebih besar daripada ekspor membuat cadangan juga masih akan terus melambung. Benar saja, cadangan minyak sawit pada Desember 2018 bertambah 6,9 persen ke 3,21 juta ton.

Nilai yang dirilis oleh MPOB tersebut lebih rendah daripada hasil survei yang dilakukan oleh Reuters, dimana produksi diprediksi turun 3,6 persen,  ekspor naik 4,7 persen, dan caangan naik 4,3 persen.

Perbedaan ekspektasi ini membuat pelaku pasar berhitung ulang. Pasalnya menurut trader Kuala Lumpur, data yang dirilis dibawah ekspektasi mereka, dikutip dari Reuters. Alhasil, rentetan aksi jual membuat harga komoditas ini tertekan.

Namun demikian, sentimen positif juga masih berpotensi mendorong harga CPO kembali naik.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono menjelaskan, faktor fundamental yakni suplai dan permintaan akan membawa harga CPO rally di empat bulan pertama tahun ini.

"Harga itu kan pada dasarnya faktor fundamentalnya tetap saja supply & demand. Nah, dari sisi [perkebunan] sawit pasti Desember-Maret produksinya turun, karena siklusnya turun. Sentimennya pasti fundamental. Jadi ya semestinya kalau tidak ada faktor lain yang mempengaruhi, harusnya dampaknya positif," jelas Joko usai diskusi di bilangan Menteng, Rabu, 9 Januari 2019.

Memang, pola tahunan produksi kelapa sawit memang menunjukkan penurunan sepanjang Desember-Maret. Penurunan produksi dapat menjadi energi untuk mengangkat harga minyak sawit.

Ditambah lagi, permintaan minyak sawit India diprediksi meningkat, seiring dipangkasnya bea impor minyak kelapa sawit mentah dan refinasi ke Negeri Bollywood. Sebagai importir minyak sawit terbesar di dunia, tentu naiknya permintaan India akan berdampak signifikan terhadap harga pasar.(*/rd/bc)

 


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar