Ekonomi

Harga CPO Bakal Ditopang Kebijakan Politis

Kelapa sawit. (Int)

JAKARTA - Harga CPO mengalami tren penurunan pada pekan lalu. Penurunan yang terjadi sebanyak 1,54 persen. Meskipun demikian, harga CPO sempat menempati posisi tertinggi sejak Maret 2019 di angka RM 2.269 per metrik ton, Senin (26/8/2019) lalu.

Penyebab yang mengakibatkan harga CPO memiliki tren penurunan meskipun pergerakannya fluktuatif ialah situasi perang dagang. Hal ini disampaikan oleh direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim.

Ia bilang sejatinya harga CPO ini masih buruk karena permintaan yang menurun akibat perlambatan ekonomi. “Perang dagang menyebabkan ekonomi global melambat,” ujar Ibrahim.

Walaupun terus terkoreksi sepekan lalu, Ibrahim optimis harga CPO akan kembali ke posisi normal di pekan ini. Ia bilang sentimen-sentimen positifnya datang dari berbagai kebijakan politis yang telah dibuat.

Salah satu kebijakan yang menjadi sentimen positif ialah adanya rencana pemerintah untuk melakukan perlawanan kampanye hitam yang dilakukan oleh Uni Eropa. Sebelumnya, Uni Eropa mengklaim bahwa produk CPO dari Indonesia tidak ramah ramah lingkungan dan selama ini tidak ada perlawanan dari Indonesia sendiri.

Ibrahim bilang saat ini DPR telah mengkaji perlawanan yang akan dilakukan agar CPO bisa bangkit. “Perlawanan dari pemerintah ini artinya Indonesia melakukan perlawanan secara legal,” papar Ibrahim.

Kebijakan lain dari pemerintah ialah penggunaan biodiesel B30. Dalam B30 ini, Ibrahim bilang CPO terserap 30 persen. Sebelumnya ada B20 yang menyerap CPO sebanyak 20 persen.

Menurut Ibrahim, informasi ini menyebabkan pelaku pasar untuk condong mengoleksi minyak CPO. “Saat ini kebijakan tersebut sedang digodok oleh pemerintah,” tambah Ibrahim.

Selain serapan 30 persen dari biodiesel B30, Ibrahim juga mengatakan ada serapan 60 persen dari bahan bakar avtur. Ia bilang Presiden Jokowi pernah memberi pernyataan bahwa pemerintah akan menggunakan minyak CPO sebanyak 60 persen untuk avtur. “Hal ini bisa menyebabkan harga CPO bergairah,” ujar Ibrahim.

Walaupun didominasi kebijakan politis, sentimen positif pengerek harga CPO datang dari mata uang ringgit Malaysia sendiri. Saat ini ringgit Malaysia sedang tertekan sehingga Ibrahim mengatakan alasan ini turut membantu penguatan harga CPO.

Mengingat mata uang transaksi CPO menggunakan ringgit Malaysia sehingga investor bisa bergairah untuk CPO.

Ibrahim juga bilang bahwa ada peluang dari situasi perang dagang yang berdampak positif bagi harga CPO. Mengingat, AS telah resmi memberlakukan bea impor baru per 1 September 2019 yang di dalamnya termasuk produk pertanian.

Hal ini menyebabkan China menghentikan impor kacang kedelai dari AS. Menurut Ibrahim, kondisi ini bisa menjadi kesempatan bagi pengusaha CPO dari Indonesia dan Malaysia dapat melakukan ekspor CPO ke China. “Ini kesempatan terbaik untuk meningkatkan harga CPO,” ujar Ibrahim.

Melihat kondisi sentimen yang positif, Ibrahim bilang harga CPO bisa menguat di pekan ini. Meskipun demikian, ia berpendapat penguatannya belum sampai level tertinggi pada pekan lalu.

Ia memperkirakan harga CPO akan berada di kisaran RM 2.224-RM 2.310 per metrik ton. “Kemungkinan cuma mendekati level tertinggi RM 2.269 dan sifatnya masih fluktuatif,” jelas Ibrahim.

Dari sisi teknikal, harga CPO juga diindikasikan mengalami penguatan. Hal ini ditunjukkan oleh 3 indikator yang menunjukkan positif seperti bollinger band dan moving average yang berada 10 persen di atas bollinger tengah dan stochastic yang menunjukkan 70 persen positif. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar