Humaniora

Tragedi Setan (74) : Kekuatan Itu di Luar Pilihan Iblis?

Kita bisa berasumsi dari penjelasan Al-Hallaj tentang kekuasaan kehendak Allah yang bersifat determinatif. Iblis hanyalah wayang yang digerakkan menurut pola-pola perubahan dari rencana Allah.

Perspektif ini mengabaikan kehendak batin Iblis, terutama kebingungan emosinya ketika berhadapan dengan konflik antara kehendak Allah dan perintah-Nya.

Iblis bukanlah hasil determinasi yang kosong, tanpa emosi. Tanda yang paling penting dari timbal-baliknya hubungan antara Iblis dan Allah adalah keyakinan yang dinyatakan Al-Hallaj, bahwa kekuatan yang memotivasi di luar pilihan-pilihan Iblis.

Terutama penolakannya untuk bersujud bukanlah keterpaksaan, melainkan kedalaman perenungan atau kontemplasi mistiknya terhadap Yang Maha Pengasih.

"Para malaikat bersujud kepada Adam sebagai sebuah isyarat dukungan. Iblis menolak untuk bersujud karena kontemplasinya." Esensi kontemplasi adalah penyerahan diri secara bebas dalam cinta. Sebuah pengalaman seperti ini tidak bisa terjadi karena keterpaksaan.

Al-Baqli menolak untuk menerima kata-kata Al-Hallaj begitu saja. Dia merasa berkewajiban untuk mengurangi pengaruhnya dengan menurunkan nilai pengalaman Iblis tentang Allah sampai suatu pandangan kerajaan langit yang terpisah dari Allah.

Jika dia benar-benar telah mengalami kontemplasi tentang alam ketuhanan, Allah tidak akan menganggapnya kafir (yang tidak beriman).

AL-Baqli menambahkan, yang juga memperlihatkan dirinya tidak bersedia untuk membicarakan penjajaran kutukan dan kebenaran moral yang bersifat paradoks dalam pribadi Iblis oleh Al-Hallaj.

Dalam pikiran Al-Baqli, Adamlah, bukan Iblis, yang telah mengalami kontemplasi dan mencapai kelebihan yang khusus karena roh yang telah Allah tiupkan ke dalam dirinya.

Untuk memberikan bukti-bukti yang menguatkan hal ini Al-Baqli mengutip Abu Bakar Al-Wasiti yang mengajarkan, bahwa seseorang tidak perlu mengeluarkan pernyataan ketaatan sebagai orang yang beriman, karena ada Sufi-sufi yang ketaatannya tidak lebih dari kepalsuan yang dihafalkan, sama sekali tidak memiliki ma'rifat (gnosis), yaitu Iblis.

Namun, penjelasan Al-Baqli tidak bisa mengecilkan kejeniusan dari pandangan mistik Al-Hallaj tentang Iblis. Sebaliknya, Iblis dalam tawasin berlaku sebagai sebuah kesaksian terhadap kekuatan kontemplasi mistik untuk membawa jiwa di luar paradoks dan kontradiksi logis yang menyerap pengalaman materialitas dan individualitas yang bersifat duniawi menjadi suatu pengalaman peleburan diri di dalam Yang Maha Pengasih.

Dia (Iblis) tenggelam ke dalam lautan kemahakuasaan dan menjadi buta. "Jalanku tidak membawaku kepada siapa pun kecuali Engkau, ya Allah, karena aku adalah seorang pecinta yang rendah hati."

Dia (Allah) menjawab kepadanya,"Engkau telah menyombongkan diri!"

Dia menjawab,"Jika hanya ada satu pandangan antara kita, maka dibenarkan bagiku untuk menyombongkan diri tentang hal itu dan menjadi congkak. Aku adalah dia yang mengenal Engkau dalam semua keabadian. Aku lebih baik daripada dia, karena selama berabad-abad aku telah tunduk kepada Engkau. Tak ada seorang pun di dalam dua dunia yang lebih banyak pengetahuannya tentang Engkau daripada aku.

Aku mengarahkan tujuanku kepada Engkau dan Engkau mengarahkan kehendak-Mu kepadaku, dan keduanya terjadi sebelum (penciptaan Adam). Apakah aku bersujud kepada yang lain atau tidak bersujud, tidak diragukan lagi, bahwa aku akan kembali kepada asalku. Engkau menciptakan aku dari api, dan api akan kembali kepada api. Kepunyaan-Mu keputusan dan pilihan bebas.

Aku tidak lagi mengalami suatu rasa jauh setelah dijauhkan dari Engkau, karena aku menyadari dengan pasti bahwa kedekatan dan kejauhan adalah satu.

Karena untukku, sekalipun aku dibuang, maka pembuangan menjadi temanku; memang benar bahwa pembuangan dan cinta adalah satu !

Engkaulah yang terpuji ! Di dalam pemberian-Mu dan esensi-Mu yang murni, demi seorang hamba yang tidak bersalah yang tidak bersujud kepada siapa pun kecuali Engkau. (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar