Humaniora

Tragedi Setan (70) : Iblis dan Paradoks Al-Hallaj

Disamping bagian-bagian cerita motif Iblis di atas yang tersusun ke dalam catatan hadits para Sufi, seseorang dapat menelusuri kembali periode-periode awal Kesufian.

Pandangan yang mendasari para ahli teori Kesufian yang karya-karyanya telah menggambarkan perkembangan yang paralel ini sangat berbeda dari pandangan yang terdapat dalam teks-teks Sufi.

Sementara Sufi-sufi yang terakhir tadi, yang dibahas, berpendapat bahwa Iblis telah mendapatkan kutukan abadi terhadap dirinya karena kesombongannya untuk menolak bersujud kepada Adam.

Sufi-sufi yang lain mengemukakan beberapa kemungkinan adanya harapan bagi pemulihan nama baik atau pengampunan bagi Iblis. Sekalipun keyakinan pada pengampunan terhadap setan berfungsi sebagai dasar yang menyatukan karya-karya para Sufi yang menjadi pusat perhatian, namun tetap terlihat adanya keanekaragaman yang luas dalam pendekatan, tema dan ekspresi sebagai perkembangan dari pembahasan masalah.

Akar-akar untuk cabang motif Iblis ini dapat ditemukan, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Profesor Annemarie Schimmel, dalam tulisan-tulisan Husayn Ibnu Mansyur Al-Hallaj, terutama bab-bab Tasin al-azal wal-ittibas dan Tasin al-masyi'ah dari karyanya Kitab At-tawasin. Teks-teks dari Kitab At-tawasin tetap terpelihara, baik dalam bahasa Arab aslinya (yang diedit oleh Luis Massignon) maupun terjemahannya dalam bahasa Persia dengan penjelasan tambahan oleh seorang mistik terkenal dari abad 12 sampai 13, Ruzbihan Al-Baqli (yang baru-baru ini diedit oleh Henry Corbin).

Teks berbahasa Persia dengan penjelasan Al-Baqli sangat berharga untuk mencari makna-makna dalam teks bahasa Arab yang sulit dan sering kali tak jelas. Teks ini juga memberikan contoh yang baik tentang sebuah perjuangan Sufi yang lebih sederhana untuk membahas sikap paradoks Al-Hallaj yang kelihatan tidak ortodoks terhadap Iblis.

Salah satu dari teknik-teknik pedagogis paling menonjol yang digunakan oleh Al-Hallaj dalam karyanya adalah penjajaran hal-hal yang berlawanan atau bertolak-belakang. Hal ini akan mengguncang pemikiran pembaca dan memaksa mereka untuk merenungkan ralitas-realitas spiritual yang antitetis yang baru tersebut.

Pasangan pertama dari dua hal yang bertetangan terbentuk dari pasangan Iblis dan Muhammad : "Orang yang pengajarannya benar-benar dapat dipercaya adalah Iblis dan Muhammad!"

Ajaran Iblis yang dapat dipercaya ini dengan sendirinya digambarkan oleh Al-Hallaj sebagai suatu kombinasi yang berlawanan. Di langit Iblis mengajat para malaikat tentang ketaatan dan Jalan menuju Allah, sementara itu di dunia dia mengajarkan jalan-jalan kesesatan. Namun, kutub-kutub yang berlawanan ini menjadi saling melengkapi apabila dipandang dari perspektif tujuan utamanya.

Karena benda-benda dikenal melalui hal-hal yang berlawanan dengannya, sutra putih yang halus disulam dengan dasar dari wol hitam yang kasar.

Malaikat dapat menunjukkan perbuatan-perbuatan baik kepada seseorang dan mengatakan kepadanya sebagai sebuah pernyataan yang abstrak.

"Jika engkau mengerjakan perbuatan-perbuatan ini, maka engkau akan diberi ganjaran pahala." Tetapi dia yang tidak mengetahui kejahatan dengan nyata tidak akan dapat mengetahui kebaikan dengan jelas. (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar