Humaniora

Tragedi Setan (68) : Jaringan Iblis Itu Menyeret Orang Beriman

Al-Junaydlah yang memberikan coup de grace (keputusan) bahwa kecil harapan adanya penyelamatan bagi Iblis. Dia menolak bahwa Iblis pernah mencapai kontemplasi yang sebenarnya. Bahkan pada saat puncak ketaannya dan ketika dikenal sebagai seorang zahid dan penguasa langit.

Sebaliknya, Adam mengalami kontemplasi yang sebenarnya, suatu kontemplasi yang dia tidak kehilangan, sekalipun ketika dia melakukan perbuatan dosa.

Oleh karena itu, kegagalan Iblis dan kebangkrutannya mengingatkan kembali pada masa-masa permulaan ibadahnya, di mana seseorang menemukan bahwa apa yang kelihatannya sebagai emas pada dasarnya merupakan barang-barang yang tak berguna yang darinya tak ada keuntungan yang bisa didapatkan.

Untuk melihat Iblis sebagaimana dia sebenarnya, seseorang harus berhubungan kembali dengan daftar-daftar sifat buruk Iblis, dan katalog dari beberapa jaringan yang dia buat untuk menyeret orang-orang beriman yang kurang waspada.

Sejak pemisahan Iblis terjadi; baginya kehinaan adalah pujian; baginya ketidak adilan adalah ketaatan; kesakitan adalah perbuatan baik. Tak ada seorangpun yang terhapus dari daftar korbannya, baik orang yang lemah maupun yang tidak bersalah, tidak juga orang yang suci atau yang bijak.

Belajar dari keadaan buruk Adam; dia tidak pernah membenci Iblis sebelum pertemuan mereka, tidak juga pernah memperlakukan dia dengan kesakitan apa pun dari rumahnya di sungai. Namun dia adalah korban pertama Iblis dan, karena Adam, Iblis menyatakan permusuhan selamanya terhadap anak manusia.

Tidaklah mungkin bagi para penulis Sufi untuk memilih perbaikan Iblis melalui pengampunan pribadi, ataupun perbaikan dirinya suatu hasil dari jasa-jasanya yang didapatkan dalam hidupnya sebagai pengurus Singasana Allah.

Namun ini tidaklah berarti bahwa namanya tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan-pernyataan akan harapan dan kemurahan hati. Yang mengejutkan, pernyataan ini terjadi di dalam karya Rumi, salah seorang pendukung yang kuat tentang harus adanya kutukan terhadap Iblis.

Dalam penjelasan Rumi tentang kekuatan dari anugerah-anugerah Allah, seperti keimanan, kemurahan hati, pujian, cinta dan sejenisnya, tanda-tanda tentang harapan bagi Iblis telah terlihat.

Namun tujuannya bukan berarti Rumi berkeinginan untuk menawarkan harapan apa pun kepada Iblis. Agaknya tujuan Rumi adalah untuk menjelaskan kekuatan luar biasa yang tersembunyi dari anugerah-anugerah tadi.

Realita-realita ini sedemikian kuat sehingga semua realita itu dapat dikatakan untuk membentuk perubahan, bahkan seorang Iblis sekalipun. Apa yang harus dipertimbangkan secara serius adalah kekuatan dari anugerah-anugerah tadi, bukan transformasi setan.

Selain itu, Rumi berkeinginan untuk menegaskan sifat yang benar-benar pemurah dari kebaikan hati Allah. Dia memberikan kasih sayang-Nya kepada siapa saja yang Dia senangi, apakah dia itu baik atau buruk, orang yang suci ataupun orang yang berbuat tipu daya.

Iblis tidak kehilangan harapan akan kemurahan hati-Mu, Ya Allah; setiap saat cahaya harapan yang lainnya memancar kepadanya dari Engkau.

Karena kepenuhan dan kesempurnaan dari kemurahan hati Allah, Rumi menjelaskan, harta karun yang terpendam pun dapat dibuat terlihat di antara reruntuhan di padang pasir.

Ketika pohon kemurahan hati melambai-lambai dengan kuat di dalam kebun, ya, pada saat itulah Iblis, yang terkutuk, menemukan keimanan.

Salah satu kemurahan Allah yang paling besar adalah anugerah-Nya berupa sifat kenabian dan pewahyuan Firman-Nya. Rumi secara khusus menunjuk pada Musa dan kaum Bani Israil sebagai sumber dari transformasi sifat kenabian, Mereka adalah orang-orang suci, yang dipilih oleh Allah, yang kata-katanya mampu membuat Iblis kembali menjadi seorang malaikat dari Cherubin.

Namun, pemberian kekuatan yang paling besar disediakan untuk anugerah cinta spiritual, yang anggur kemabukannya dapat membebaskan jiwa dari ikatan-ikatan duniawinya dan mengilhaminya dengan Alam Ketuhanan.

Hanya satu pandangan dari mata Yang Maha Pengasih akan mampu mengubah Adam menjadi seorang yang tidak beriman dan Iblis menjadi seorang Muslim yang saleh.

Dia telah membuat sikap setiap orang menjadi mabuk karena pandangan-Nya yang penuh dengan anggur, sehingga dari perasaan mabuk itu orang asing yang tak dikenal pun akan bercampur dengan Para Sahabat.(jss/bersambung)

 


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar