Humaniora

Peringati Haul Gus Dur Jangan Sekadar Nostalgia

JAKARTA-Hampir semua produk politik hasil ikhtiar panjang Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid), yang menjadi ikon perjuangan monumental cucu pendiri NU (Nahdlatul Ulama) yang juga tokoh demokrasi ini mengalami kerusakan yang nyaris permanen.

Oleh sebab itu, masih relevankah kita menggelar acara peringatan wafatnya (haul) Gus Dur untuk sekAdar bernostalgia, beromantis-romantisan di atas puing-puing reruntuhan karya besar Presiden RI ke-4 itu?

“Jadikanlah momentum haul Gus Dur ini sebagai langkah mengembalikan NU ke Jalan Khittah dan kalangan pergerakan pro-demokrasi untuk mengayunkan langkah perjuangan membebaskan pers dari hegemoni penguasa dan pemilik modal,” kata Adhie M. Massardi.

Adhie M. Massardi ADALAH jubir Gus Dur baik saat menjadi Presiden RI maupun setelah tidak berkuasa.

“Bila tetap hendak memperingati wafatnya (haul) Gus Dur, sebaiknya memakai tema-tema yang progresif, tidak sekAdar bernostalgia dalam romantika yang semu, tapi menjadikan momentum haul ini untuk memulai merestorasi karya-karya politik beliau,” kata Adhie kepada Indonesiainside.id, Sabtu (8/12) di Jakarta.

Ketua Umum Perkumpulan Swing Voters (PSV) ini mengaku prihatin dan miris setiap mengingat sosok Gus Dur. Baru ditinggalkan (wafat) 9 tahun, karya politik hasil ikhtiar panjang beliau sudah porak-poranda. Tak ada yang mau menjaganya. Padahal sanghat penting sebagai dasar kita berbangsa dan bernegara.

Adhie mengungkapkan karya-karya politik Gus Dur yang disebutnya telah mengalami kerusakan yang nyaris permanen.

“Secara garis besar, karya politik Gus Dur terbagi dua yang satu dengan lainnya saling kait-mengait. Pertama, yang berhubungan langsung dengan NU, organisasi yang dibangun kakeknya. Kedua, karya kebangsaan yang menjadi penguat bangunan demokrasi. Tapi semua itu kini tinggal kenangan,” ujar Adhie. in


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar