Humaniora

Tragedi Setan (63) : Wudhu Itu Membuat Iblis Berlarian

Pencapaian kesempurnaan spiritual ini tidaklah ditimbulkan oleh cara-cara keajaiban apa pun. Tetapi, dalam banyak kejadian, karena anugerah Allah untuk ketaatan terhadap petunjuk-petunjuk hukum syari'at dan latihan spiritual di bawah bimbingan seorang syekh.

Gerakan sujud dalam salat, sebagaimana yang disebutkan, merupakan suatu isyarat simbolik dari ketaatan seseorang terhadap Allah dan dari penolakan terhadap Iblis. Itu karena gerakan ini menyebabkan kejatuhan Iblis.

Ketika Iblis melihat sujudnya orang-orang yang beriman, Iblis menangis dan merasa kasihan terhadap dirinya sendiri. Tidak hanya gerakan sujud dalam salat, tetapi juga ketaatan semua yang telah diperintahkan dalam Al-Qur'an dan hadits telah membuat langkah-langkah progresif sepanjang Jalan Kebenaran.

Al-Makki telah menyebutkan, bahwa setan-setan dari dua dunia berlarian ketika manusia mengerjakan wudhu dan kemudian mengerjakan salatnya. Dan Iblis berubah menjadi kurus, kelelahan dan ditimpa kemalangan oleh orang-orang yang dengan hati-hati senantiasa menaati hukum syari'at serta tidak menyombongkan diri terhadap perbuatan-perbuatan baiknya.

Al-Makki tentu saja sangat memperhatikan orang yang senantiasa memperbaiki kondisi batiniahnya dan pada saat yang sama juga menempatkan dirinya dengan ketaatan lahiriah. Hanya transformasi batiniah yang dapat memberikan kekuatan untuk menahan godaan Iblis-naafs yang terus-menerus.

Seorang ratu dari orang-orang Israil menggoda salah seorang abdinya, seraya berkata,"taruhlan air dalam bak untukku sehingga aku bisa mandi."

Namun setelah itu sang abdi itu memanjat ke sebuah tempat yang tinggi dalam kastil itu dan melemparkan dirinya ke bawah. Allah Yang Maha Kuasa menyuruh malaikat penjaga angin,"Peganglah hamba-Ku!"

Dan dia memegang orang itu sehingga dia sampai ke bawah dengan dua kakinya di atas tanah, dengan sangat lembut.

Iblis bertanya,"Tidakkah engkau telah menyebabkan dia sesat?" Dia (Iblis) menjawab," Aku tidak memiliki kekuasaan terhadap seseorang yang telah menghancurkan nafsunya dan mengorbankan dirinya untuk Allah Yang Maha Tinggi."

Sekelompok orang yang dikhususkan untuk menyampaikan rahmat dan perlindungan di dalam masyarakat Muslim adalah para nabi. Mereka diberi karunia sifat ma'sum, keadaan yang tidak tercela.

Segera setelah seseorang di antara mereka diberikan tugas suci ini, dia benar-benar di luar jangkauan Iblis dan setan-setan pengikutnya. Literature Sufi memperlihatkan cerita hadits ini dalam kisah-kisah tentang orang-orang yang diberkahi ini.

Al-Muhasibi menggambarkan Iblis yang sedang menampar kepalanya dalam keadaan putus asa terhadap usaha sia-sia para tentaranya untuk mengganggu jiwa orang yang ma'sum.

Al-Makki menceritakan hal yang sama ketika dia menyatakan bahwa satu-satunya hal yang telah dilakukan Iblis terhadap Nabi Ayyub yang menjerit dalam kesakitannya, tidak lebih dari itu.

Al-Ghazali menceritakan percakapan Iblis dan Yahya Sang Pembaptis di mana Iblis mendiskusikan jenis-jenis karakter yang berbeda yang telah membentuk manusia, dan keberhasilan serta kegagalannya dalam menggoda setiap manusia.

Namun orang-orang seperti Yahya, Iblis menambahkan, adalah orang-orang yang tak dapat dijangkau karena mereka tanpa cela, ma'sum. Literatur Sufi merujuk Isa dan keistimewaan beliau yang unik, sebagaimana yang telah diperlihatkan dalam hadits, yang senantiasa selamat dari sentuhan hasutan setan sejak lahir, suatu tanda kemukzizatan dari kenabiannya maupun keadaannya yang tanpa cela. (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar