Regulasi

Produk Hilir Sawit Digenjot

JAKARTA-Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menuturkan, pemerintah mencanangkan hilirisasi industri sawit pada akhir 2011 melalui PMK No 128 Tahun 2011 yang mengatur pengenaan

bea keluar (BK/pajak ekspor) atas produk hulu dengan tarif tinggi. Besaran pajak yang dikenakan atas produk sawit hulu selisih 7,50-8% lebih tinggi dari produk hilir.

"Karena insentif ini, investasi industri hilir, yakni refinery/ fraksionasi, oleokimia, dan industri biodiesel meningkat pesat sepanjang 2012-2015. Sejak hilirisasi industri sawit dipacu, Indonesia mampu menghasilkan penambahan nilai atas minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) hingga level keempat yang menghasilkan setidaknya 118 produk turunan, di antaranya superolein, margarin, glycerin murni, new vegetable oils, FAME, dan netv ester oils," ujar dia.

Sahat menjelaskan, hingga 85% investasi industri hilir sawit adalah oleh modal dalam negeri. Di sisi lain, pada 2020 Indonesia seharusnya sudah mampu membangun industri hidrodeoksigenasi atau dekarboksilasi dan perangkahan katakitik yang akan menghasilkan di antaranya greendiesel dan greengasoline.

Hingga akhir 2018, produksi CPO dan minyak kernel (CPKO) Indonesia bakal mencapai 58,21 juta ton dengan total konsumsi 47,48 juta ton dengan penggunaan domestik 27,60% dan ekspor sebesar 72,40%.

Sepanjang 2014-2018, pasar industri sawit domestik selain FAME bertumbuh 9,43% per tahun, sedangkan ekspor naik 7,94% per tahun yang mmMencakup industri refine, fraksionasi dan modifikasi (RFM), oleokimia, dan RBD Olein. tps


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar