Regulasi

Betulkah Pemprov Riau Tak Lagi Andalkan Migas?

PEKANBARU –Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau, Ahmad Hijazi mengatakan, bahwa Pemerintah Provinsi Riau telah lama melakukan dua langkah cepat demi pembangunan wilayahnya.

Dua langkah itu mencakup anggaran pemerintah dan sektor perekonomian. Itu setelah terjadi penurunan harga minyak mentah dunia yang sudah berlangsung cukup lama.

Untuk anggaran pemerintah, Pemprov tetap mengandalkan Dana Bagi Hasil (DBH) dari minyak dan gas bumi. Walaupun diakui, sektor ini sudah tidak lagi dapat diandalkan untuk menopang perekonomian ke depan.

Karena menurutnya, sebuah wilayah itu dapat hidup dan melakukan pembangunan jika termasuk dalam bagian pemerintahan serta hidup dari perekonomian lainnya.

"Karena wilayah kita ini ada dua hal. Pertama dalam konteks anggaran pemerintah atau perekonomian. Kalau perekonomian, betul bahwa kita harus manfaatkan potensi lokal pemberdayaan SDM. Namun kalau dalam konteks anggaran pemerintahan, daerah ini belum bisa meninggalkan Dana Bagi Hasil migas," katanya, Selasa, 27 November 2018.

Menurut Hijazi, DBH migas merupakan solusi setelah hasil bumi daerah (Pemprov Riau) seperti minyak dan lainnya diambil namun malah tanpa dilakukan pemulihan. Akibatnya, infrastruktur, SDM dan sektor lainnya menjadi terabaikan setelah hasil bumi Riau dibawa oleh pusat.

"Karena itu kuncinya. Bagaimana mungkin memproduksi migas tanpa adanya bagi hasil. Tatkala migas kita dieksploitasi, maka SDM kita perlu direcovery. Juga perlu ada transformasi kepada SDM dan yang lain," jelasnya.

"Pemulihan itu seperti SDM, pendidikan, infrastruktur. Itulah gunanya DBH migas. Namun kalau dibiarkan tanpa ada proses perubahan, lama-kelamaan yang kita takutkan malah menjadi deformasi tanpa adanya recovery," tambahnya.

Sementara untuk sektor ekonomi, Hijazi memastikan bahwa Pemprov tengah gencar-gencarnya mencari solusi bagaimana dapat melakukan penganekaragaman usaha untuk menghindari ketergantungan pada satu turunan saja.

"Saat ini kita membutuhkan dan betul-betul perlu adanya diversifikasi. Ini yang akan kita kembangkan. Seperti misalnya sagu, ubi dan tanaman tumpang sari lainnya," imbuhnya.

"Selama ini kita sudah berpindah ke sektor hutan (sektor kayu), tapi hutannya sudah habis. Kemudian kita pindah lagi ke sektor perkebunan, malah tersandung harga. Makanya saat ini kita perlu diversifikasi," tutupnya.

PENULIS : Azhar Saputra


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar