Kolom

Tragedi Setan (52) : Sufi Itu Perang Melawan Kesombongan

‘Aku’ dari -Iblis, dengan pernyataan akan ketuhanan dan kecukupan intelektualnya, kecintaan terhadap dirinya, dan kebutaan spiritualnya- termasuk di antara perbuatan-perbuatan mengerikan yang dilakukan dalam sejarah mitos alam semesta.

Inilah yang paling menakutkan bagi para Sufi, karena mereka mengakui kemungkinan yang berbeda dari wujudnya, yang dihidupkan berulang kali dalam kehidupannya sendiri.

Rumi melihat dosa-dosa jasmani sebagai bayangan yang pucat apabila dibandingkan dengan ambisi-ambisi dan keinginan-keinginan untuk memiliki sifat ketuhanan yang timbul oleh kesombongan seperti Iblis.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Al-Makki tidak begitu berkeinginan mendorong para Sufi memohon kepada Allah akan karunia ketidaktercelaan. Karena dari karunia itu dapat timbul penonjolan diri dengan kesombongan yang sedemikian mudahnya.

Selain itu, jika tak ada orang-orang yang pernah berbuat dosa, kata Al-Maki menambahkan, maka kepada siapa Allah akan menganugerahkan kasih sayang-Nya?

Lebih baik mengakui hawa nafsu kemanusiaannya yang penuh dengan dosa serta memohon ampunan dan pertolongan Allah, sebagaimana yang dilakukan Adam, daripada menipu diri sendiri dengan fantasi-fantasi ketuhanan seperti Iblis.

Dalam suatu penjelasan akhir dari sebuah ironi, Al-Makki dan Rumi menyejajarkan ketidakmenyesalan Iblis dengan pengharapannya akan suatu penangguhan hukuman terhadapNya, yang akhirnya diberikan Allah sampai hari Kiamat nanti.

Kehidupan yang abadi dalam dunia ini, menurut pengamatan Al-Makki, merupakan kutukan Allah yang paling besar, yang diberikan kepada makhluk ciptaan-Nya yang paling dibenci.

Dan Rumi menyimpulkan, "Kehidupan tanpa obat adalah sebuah penderitaan yang menggoyahkan jiwa. Mengingkari keberadaan Allah adalah kematian yang akan segera datang. Bersama Allah, kehidupan dan kematian sangat menyenangkan. Tanpa Allah, air kehidupan adalah api.

Ketika mempelajari kasus tentang Iblis yang telah dibahas sedemikian jauh, terlihat adanya sedikit ruang bagi sifat yang mendua. Tujuan dan perbuatan-perbuatannya kelihatan cukup jelas.

Tidakkah engkau memperlihatkan Iblis? Ketika dia telah mempelajari perintah Allah Yang Maha Kuasa dan telah bersaksi terhadap sifat ketuhanan-Nya, dia kemudian bersikeras menentang perintah-Nya setelah diberikan ilmu, bukti dan kesaksian.

Allah Yang Maha Kuasa mengutuknya sampai hari Kiamat nanti. Dia menjadi setan yang buruk di antara makhluk-makhluk yang diciptakan. Semua harapan ampunan baginya telah terputus untuk selamanya.

Kata-kata Al-Muhasibi ini menyimpulkan kasus tuntutan. Namun, tidaklah adil jika kita tidak memperhatikan pembelaan diri Iblis sendiri : "Karena Engkau (Allah) telah membuat aku tersesat, aku akan benar-benar menghalangi mereka dari jalan Engkau yang lurus" (Al-Qur'an 7:16).

Dalam Al-Qur'an itu sendiri, Iblis memprotes bahwa dia hanyalah sebuah instrumen Allah, yang digunakan oleh-Nya untuk menguji umat manusia. Dia hanya alat yang tidak berdaya, patuh kepada Allah yang kehendak-Nya mengendalikan seluruh yang hidup. Allahlah yang merupakan sumber pergerakan, perubahan, keabadian, dan sebagainya.

Tak ada makhluk yang memiliki kekuatan untuk menahan godaan atau kekuatan untuk mematuhi-Nya, karena semua itu tergantung kepada bantuan Allah.

Allah memerintahkan kepada makhluk-makhluk-Nya untuk melakukan apa saja yang Dia kehendaki. Begitu juga Dia menciptakan mereka ketika Dia berkehendak. Mereka yang disenangi Allah akan selamat. Mereka yang ditolak Allah akan mengalami kerugian.

Wahai Adam, engkau yang terbuat dari tanah liat, bangkitlah di atas bintang Suha. Wahai Iblis, engkau yang terbuat dari api, turunlah ke bumi! (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar