Industri

IPOC : Komitmen Besar Industri Sawit Terhadap SDGs

NUSA DUA - Pengembangan strategis industri sawit dan produk turunannya kedepan harus berdampak pada pembangunan ekonomi berkelanjutan (economical sustainability),  pembangunan lingkungan berkelanjutan (environmental sustainability) dan pembangunan sosial berkelanjutan (social sustainability) yakni tercapainya kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Joko mengungkapkan,  pertemuan IPOC 2018 sengaja mengangkat tema Indonesia Palm Oil Development : Contribution to Development Goals (SDGs)  untuk menunjukkan adanya komitmen yang  besar dari industri kepala sawit untuk mengembangkan sustainable development seperti harapan global. “Bahkan, dalam kaitan dengan environmental sustainability, nantinya setiap industri kelapa sawit harus berorientasi pada pengembangan industri rendah emisi,”kata Joko, kamis (1/11/2018).

Joko mengungkapkan, sejumlah persoalan global masih membayangi industri sawit pada  tahun ini, diantaranya akibat  perang dagang Amerika dengan Cina, hambatan tariff perdagangan serta kampanye hitam. Namun demikian, tantangan ekonomi global tersebut tidak terlalu berdampak signifikan terhadap aktivitas ekonomi industri kelapa sawit.

Hingga tahun 2018 ini, iklim bisnis industri kelapa sawit di Indonesia masih positif. Berdasarkan komparasi tahun 2017-hingga bulan oktober 2018 ini, aktivitas ekspor kelapa sawit  Indonesia meningkat hingga 4% dengan income mencapai US$ 2.1 juta. Bahkan, di akhir tahun 2018 aktivitas ekspor tersebut ditargetkan mampu meningkat hingga mencapai 7% dengan income mencapai US$ 2.9 juta.

Untuk mendorong agar produktivitas dan pendapatan industri sawit tahun depan, pemerintah dan industriakan melakukan sedikitnya 3 strategi. Pertamanya, mengembangkan iklim yang semakin kompetitif antara negara dan industri dalam produktivitas dan harga kelapa sawit. Keduanya, adanya upaya bersama untuk mengembangkan pangsa pasar baru dan fasilitas infrastruktur yang lebih baik dan terakhir pemasifan kampanye positif terhadap industri kelapa sawit.
 
Pemerintah Terus Dorong Peningkatan Daya Saing Kelapa Sawit

Pemerintah terus mendorong peningkatan daya saing industri kelapa sawit nasional. Upaya itu semakin intens mengingat kuatnya dinamika tantangan dari dalam negeri maupun pasar luar negeri dan isu climate change. Langkah yang dilakukan misalnya dengan lebih memberi perhatian lagi pada  kriteria sertifikasi Indonesia Sustainability Palm Oil (ISPO). 

Selain untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia juga untuk ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi komitmen Presiden Republik Indonesia mengurangi isu masalah lingkungan lainnya. Menurutnya, selama ini prinsip dan kriteria ISPO berkaitan dengan 12 dari 17 kriteria Sustainable Development Goals (SDGs). “Masih ada banyak ruang untuk perbaikan kriteria tersebut,” kata Menko Perekonomian Darmin Nasution. 

Pada kesempatan itu, Menko Perekonomian juga menegaskan kembali bahwa pentingnya peranan perkebunan kelapa sawit terhadap peningkatan GDP di Indonesia, kontribusi sawit secara tidak langsung kepada pertumbuhan ekonomi dan kinerja ekspor. Berdasar catatannya, ekspor kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan sejak tahun 2016. Tiga tujuan ekspor kelapa sawit Indonesia adalah China dengan nilai ekspor 1,24 juta ton, Uni Eropa 1,58 juta ton, dan India sebanyak 1,79 juta ton. “Peningkatan ini menjadi yang paling besar dalam tiga tahun terakhir,” lanjutnya. 

Untuk menghadapi tantangan dalam pengelolaan kelapa sawit di Indonesia, pemerintah telah berusaha dengan berbagai program. Sebagai salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, apa yang terjadi di Indonesia tentunya akan berpengaruh kepada dunia. Adapun program yang tengah dilakukan oleh Indonesia di antaranya adalah kebijakan mengenai moratorium izin lahan kelapa sawit, penyelesaian masalah lahan, serta peningkatan produktivitas para petani sawit. 

Pemerintah juga memiliki kebijakan terkait pembiayaan kepada para petani kelapa sawit yang dilakukan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Tujuan kebijakan itu untuk meminimalisir risiko terkait pembiayaan kepada para petani kelapa sawit.
 
Hal lain yang dilakukan adalah adanya akselerasi peningkatan jumlah lahan bagi petani kelapa sawit yang diharapkan selesai pada akhir bulan ini. Untuk mendukung akselerasi ini pemerintah berharap adanya partisipasi dari setiap pengusaha terutama dari BUMN. 

Terkait dengan upaya untuk terus meningkatkan keberlanjutan, Darmin menyampaikan bahwa Indonesia bekerja sama dengan Malaysia, terutama untuk menghadapi kampanye hitam mengenai kelapa sawit. 

“Mengingat pentingnya kelapa sawit bagi Indonesia, maka menjadi kepentingan bagi pemerintah agar sektor ini dapat dikelola dengan baik dan bertanggungjawab,” katanya. Apalagi, menurutnya, potensi dari perkebunan kelapa sawit sangat besar.   

Tantangan dan Peluang 

Pada kesempatan berikutnya, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapenas) Bambang PS Brodjonegoro, juga mengatakan bahwa tantangan saat ini adalah menyertakan prinsip-prinsip SDGs dalam proses bisnis perusahaan kelapa sawit.  

Kinerja produksi kelapa sawit Indonesia selama ini dihasilkan oleh sekitar 14,3 juta ha perkebunan kelapa sawit dengan pengusahaan perkebunan kelapa sawit sebagian besar dilakukan oleh swasta (54%) dan masyarakat (41%). 

“Dengan demikian, segala upaya pembangunan kelapa sawit Indonesia harus memperhatikan masukan dan peran pihak swasta dan pekebun rakyat skala kecil,” katanya. Peran kedua stakeholders utama ini sangat penting dalam penerapan prinsip “no one left behind” dan inklusivitas di sektor perkebunan kelapa sawit dalam pelaksanaan pelaksanaan TPB/SDGs. 

Keterkaitan komitmen TPB/SDGs dengan pembangunan kelapa sawit sangat erat. Salah satu tantangan dalam pembangunan kelapa sawit adalah mengentaskan kemiskinan dan mengatasi isu ketimpangan pendapatan bagi sekitar 16,2 juta orang yang bekerja langsung maupun tidak langsung di perkebunan kelapa sawit.

Dalam rangka meningkatkan produktivitas kelapa sawit, menurutnya, dibutuhkan adanya pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang lebih baik, diantara melalui kebijakan B20 (Biodiesel B20) serta memodernisasi good management practices. 

“Pembangunan kelapa sawit perlu juga ditempatkan pada konteks yang lebih luas, yaitu agribisnis sebagai leading sector pembangunan nasional, dimana andil agribisnis memastikan pencapaian SDGs, dalam banyak dimensi lintas sektor,” katanya. 

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional berharap bahwa kedepannya para pengusaha kelapa sawit dapat menyusun laporan keberlanjutan yang memuat keberlanjutan dari sisi sosial, ekonomi dan lingkungan hidup, sehingga suatu hari nanti dapat tercipta sustainable cooking oil of Indonesia.Rls
 


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar