Humaniora

Tragedi Setan (30) : Hati Rapuh Itu Jadi Sarang Iblis

Versi 'Attar menambahkan suatu ironi yang unik pada ceritanya sendiri. Sebab cerita ini secara tak langsung menunjukkan, bahwa pembagian makanan yang "suci" memiliki, bahkan mengubah kekuatan. Namun makanan disini adalah makanan kematian, bukan kehidupan. Dan perubahan yang terpengaruh adalah penurunan bentuk spiritual yang sama dengan mutasi yang diderita Iblis setelah menolak bersujud pada Adam.

Kendati mitos itu bisa bersifat menyesatkan karena tingkat-tingkat pemahaman yang diberikannya, namun pusat perhatiannya, tanpa diragukan lagi, adalah kebutuhan yang dirasakan untuk menerangkan hubungan Iblis dengan pribadi manusia.

Semua gambaran yang dipelajari, yang sejauh ini telah digunakan para Sufi untuk menggambarkan keberadaan Iblis di dalam pribadi manusia sangatlah jelas. Aliran darah, pembuluh darah, makanan, kekenyangan, kelaparan dan sebagainya. Selain itu ada sebuah hadits sejenis yang menggambarkan inferiorisasi setan dari perspektif psikologis yang lebih abstrak dan berbeda.

Sumber cerita ini mengintegrasikan motif Iblis ke dalam suatu analisis fenomena kompleks yang sangat memuaskan, yang dapat diamati dalam perjuangan batin manusia untuk menentang dorongan baik maupun buruk. Sasaran jangka panjang para Sufi adalah untuk memberikan sebuah skema psikologis yang akan membuat murid, orang yang baru belajar, mampu memahami gerakan-gerakan yang berbeda dari kekuatan-kekuatan spiritual di dalam hatinya.

Dan dengan menggunakan pandangan yang baru ini, si murid yang baru belajar diharapkan akan mencapai perkembangan sepanjang Jalan Mistik, yang tentu saja senantiasa di bawah petunjuk dari syeikh, guru spiritual.

Wilayah batin di mana peperangan berlangsung adalah hati manusia (qalb). Dua faksi yang berperang adalah Allah, yang sering kali diwakili oleh malaikat (malak)-nya, dan pihak musuh Allah ('aduw). Setiap pihak berusaha untuk memenangkan individu melalui bujukan, argumen yang masuk akal, keinginan berbagai perasaan. Sebagaimana ditegaskan Al-Ghazali, tak ada pihak yang telah mendapatkan keuntungan dari mulanya.

Namun demikian, jika individu condong ke arah bujukan musuh, maka hatinya menjadi sarang Iblis. Jika ia dengan kukuh tetap mendekati kebaikan, para malaikat akan membuat hatinya menjadi tempat kediamannya.

Hati adalah sebuah instrumen yang mudah menguap, namun rapuh, yang mudah terganggu, bahkan diburukkan rupanya. Ini sama dengan seekor burung yang ribut terbang kesana-kemari. Atau sebuah belanga tempat memasak air, atau sebuah bulu burung yang jatuh ke lantai padang pasir, terlempar kesana-kesini tak menentu oleh angin.

Secara umum terdapat empat jenis hati manusia. (1) Suatu hati dengan sebuah lampu yang bersinar terang didalamnya, yaitu hati dari orang-orang yang beriman dengan sebenarnya, (2) hati yang hitam, yang terbalik, yaitu hati orang-orang yang tidak beriman (3) hati yang tidak jelas, yang akan melekat pada penutupnya. Hati seperti ini adalah kepunyaan orang-orang munafik dan yang terakhir, (4) sebuah hati dengan beberapa lapisan keimanan dan kemunafikan.

Lapisan-lapisan keimanan terlihat seperti daun-daun hijau yang dapat disuburkan oleh air segar serta dapat tumbuh dan berkembang membelah diri. Lapisan-lapisan kemunafikan meradang dengan luka-luka yang bernanah dan menyebar dengan membesarnya kantong nanah.

Penderitaan atau kesakitan paling berat yang mengganggu hati adalah rasa sakit karena dosa, karena setiap dosa akan meninggalkan perut atau bekas luka, seperti sebuah tanda berwarna hitam, pada permukaan hati. Hanya penyesalan (taubat) yang dapat menghilangkannya seperti baru kembali dan mengembalikan hati pada kemuliaan aslinya. "Bekas-bekas penuh dosa ini muncul seperti warna hitam yang mengotori cermin hati, yang terus menerus menumpuk di sana, berulang-ulang, sampai hati menjadi hitam, tertutup dan benar-benar terhalang dari Allah Yang Maha Tinggi..."

Di dalam wilayah hati, kekuatan setan dapat diidentifikasikan secara lebih cepat, dari suatu perspektif psikologis, dengan menghubungkannya dengan perbuatan atau tindakan nafs, jiwa yang rendah. Nafs dan setan adalah telah menjadi satu dari awalnya, dan sangat dengki dan bermusuhan kepada Adam (yaitu umat manusia).

Para penulis Sufi ragu-ragu antara menganggap identitas total nafs berhubungan erat dengan Iblis, atau menyatakan nafs merupakan instrumen setan:"..Karena dia (nafs) adalah musuh yang lebih besar bagi kamu daripada Iblis itu sendiri. Dan Iblis itu mendapatkan kekuatannya terhadapmu hanya dengan menggunakan dia dan engkau memperkenankan untuk itu. "Permasalahan tidak pernah benar-benar terselesaikan, atau tepatnya, tak ada kebutuhan apapun untuk mensejajarkan diri seseorang dengan setiap posisinya, karena keduanya benar dimana nafs dan Iblis menggambarkan dua karakter. Ada di mana-mana dan bebas yang diwujudkan oleh Sang Pangeran Kejahatan, Iblis.

Nafs merupakan sebuah istilah tersendiri. Istilah nafs ini telah mengalami berbagai analisis dan penggambaran yang berbeda-beda pada semua hadits-hadits Muslim. Meskipun demikian, pendekatan Sufi yang paling dominan adalah melihat nafs sebagai asal mula dan tempat bersemayamnya semua dorongan yang tidak baik. Jiwa yang rendah ini memiliki empat karakteristik negatif yang berbeda.

(1) Suatu kecenderungan terhadap kesombongan yang bernilai tinggi dari diri sendiri yang berdekatan dengan sikap yang mendewakan diri, (2) suatu kecenderungan ke arah penipuan, tipu daya, kedengkian dan sikap mudah curiga, (3) suatu insting hewani terhadap makanan, minuman, seks yang berlebihan. Dan yang terakhir, (4) dengan semua ini, nafs menyatakan dirinya sebagai seorang hamba Allah yang taat.

Tipu daya nafs adalah tandingan dari tipu daya Iblis sendiri. Rumi membandingkan Iblis-nafs dengan landak yang kelihatannya tanpa niat jahat -tapi nyaris ia tidak seperti itu- menjulurkan kepalanya dari lubang tanah karena takut pada pemburu. Namun ketika ada kesempatan yang baik, dengan sendirinya punggungnya berdiri, landak itu pergi berjalan-jalan. Pada saat seperti itu bahkan seekor ular pun tidak ingin berhadapan dengannya.

Peperangn yang membara antara Iblis-nafs dengan Allah-malak di dalam hati (qalb) membutuhkan berbagai senjata. Senjata-senjata itu adalah berbagai ide, dorongan hati dan anggapan-anggapan (yang biasanya disebut khawatir atau khatarat, bentuk tunggalnya khawatir) yang muncul dalam hati pada desakan dari salah satu pihak atau dari pihak yang lainnya. (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar