Humaniora

Tragedi Setan (28) : Kondisi Lapar dan Haus Persulit Setan Masuk

Perhatian kekuatan generasi setan melalui tradisi Sufi hampir sama luasnya dengan hubungan dekat antara Iblis dengan manusia. Untuk alasan itu, maka akan selalu ada referensi tetap beserta ulasannya terhadap dua hadits utama yang telah disebutkan sebelumnya.

Hadits pertama menyatakan fakta, bahwa setiap orang memiliki setan pribadi (kadang-kadang jin). Ini termasuk Nabi sendiri. Bedanya, dalam kasus Nabi, setan pribadi beliau telah menjadi Muslim dan hanya mendorong beliau untuk kebaikan.

Namun begitu, keistimewaan yang khusus ini, menurut Al-Muhasibi, tidak menjadikan Nabi Muhammad senang keadaan dirinya itu. Beliau terus akan mengendalikan tangan-tangan setan.

Al-Muhasibi mensejajarkan hadits yang menyatakan perubahan setan jahat dalam diri Muhammad dengan sebuah peringatan dalam Al-Qur'an untuk berhati-hati dengan godaan hawa nafsu. Jangan sampai semua itu menjauhkan Muhammad dari wahyu Allah.

Dan, kata Al-Muhasibi, jika kehati-hatian seperti ini ditujukan bagi Muhammad, manusia paling berbakti dan paling dikasihi Allah di antara para nabi, maka kita sebagai orang biasa, tentu harus amat sangat waspada untuk berjaga-jaga terhadap tipu daya setan. Hadits kedua sangat menarik perhatian. Sebab ia memberi definisi tentang kaitan setan dan manusia. "Sesungguhnya setan itu mengalir dalam aliran darah manusia."

Berbagai komentar dan pendapat para Sufi telah menggema kembali dalam persesuaian yang menggolongkan pandangan yang halus ini ke dalam psikologi manusia.

Tak ada pengecualian. Laki-laki ataupun perempuan akan selalu berhadapan dengan tipu daya setan ini. Karena setan akan memenuhi hati manusia, seperti udara yang mengisi sebuah mangkok kosong.

Para ahli teori kesufian tidak puas hanya membicarakan secara umum istilah-istilah abstrak tentang keberadaan Iblis dalam wujud manusia yang paling dalam. Mereka melihat, kehadiran setan dalam diri manusia sangatlah besar dan dominan. Sampai-sampai secara mistik sering disimbolkan dengan pencernaan makanan, salah satu proses kemanusiaan yang paling mendasar dan nyata.

Al-Makki mendasarkan hubungan antara pencernaan makanan dan keberadaan setan dalam diri manusia ini pada larangan terhadap Musa dalam kitab Taurat untuk tidak memakan darah hewan. Baik Al-Makki maupun Al-Ghazali mengutip versi-versi yang sudah berkembang dari hadits ini.

Kendati versi-versi ini tidak terlihat dalam kumpulan hadits Al-Bukhari, Muslim maupun Ibnu Maja, namun sangat berhubungan erat dengan keyakinan mereka, bahwa kehadiran Iblis dalam aliran darah manusia secara langsung terlibat dengan proses makan. "Sesungguhnya setan itu mengalir dalam aliran darah manusia, persempitlah jalannya melalui lapar atau haus."

Penjelasan tambahan ini memberikan sebuah cita rasa yang berbeda dari para Sufi terhadap hadits dengan memfokuskan perhatian pada kebutuhan akan suatu pengabdian atau dedikasi kepada kehidupan zuhud yang sudah dimulai dengan melatih tubuh untuk memisahkan dirinya dari kesenangan-kesenangan duniawi.

Pilihan antara pelahap atau orang yang berpuasa muncul ke dataran makna spiritual, karena memilih kekenyangan atau kelahapan berarti membiarkan setan menjadi salah satu bagian dari daging seseorang, dan mengalir dalam darah seseorang. Perisai manusia hanyalah puasa yang melaparkan Yang Buruk dan menjadikan lemah.

Ibrahim Ibnu Adham berkata, "Aku mendengar, selama sehari semalam Iblis terus memandangi Isa, ketika dia (Isa) perutnya melilit-lilit. Iblis berkata, 'Bagaimana ini aku melihat engkau melilit-lilit? Tidak bisakah aku membawakanmu makan?'

Isa menjawab,'Engkau tahu, jika aku berkata pada gunung-gunung dan lembah-lembah: Jadilah makanan untukku, dengan izin Allah, sesungguhnya mereka akan menjadi makanan untukku. Tetapi engkau musuhku, dan jiwa rendahku adalah mata-mata yang ada dalam diriku.

Bagaimana pun, aku sedang melaparkan mata-matamu itu dan melemahkannya, sehingga tidak lagi memiliki kekuatan untuk melewatkan berita-berita tentang aku padamu.

Sesungguhnya menjadi lapar akan memarahkan engkau! Aku berharap tak ada lagi dari dunia; dan dalam keadaan lapar ini aku akan mengatakan; Aku sadar bahwa sepotong kecil roti dan secangkir air sungai Euphrat akan menghilangkan lapar. Aku juga sadar, lapar merupakan bantuan dalam berdoa, dan perut yang penuh hanya akan membantu keinginan untuk tidur." (jss/bersambung)

 


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar