Humaniora

Pulau Jawa Versi Fa Hien (4) : Ajisaka Itu Datang Dari India

Penduduk Pulau Jawa adalah campuran dari berbagai bangsa. Sesungguhnya merupakan satu kelompok bangsa, tetapi semuanya mempunyai darah Atlantis. Pada waktu itu mereka di bawah pengawasan Sanghyang Chakshusha Manu. Tapi karena ia tak puas dengan keadaan, maka dia mengatur dengan Vaivavata Manu untuk mengirim gelombang imigrasi dari bangsa Asia ke Pulau Jawa. Harapannya, kelak ada harapan. Akan ada perbaikan.

Gelombang pertama, menurut penyelidikan Fa Hien, berkisar 1200 Sebelum Masehi. Meskipun sebelumnya ada usaha-usaha lainnya, tetapi semuanya ini tak meninggalkan suatu cerita dalam arsip kerajaan.

Pandangan-pandangan Hindu ini pertama-tama datang sebagai pandangan biasa yang cinta damai dan bertempat tinggal di pantai yang lambat-laun membentuk negeri-negeri merdeka kecil. Tetapi makin lama kekuasaan mereka makin besar dan mereka menjadi berkuasa atas masyarakat campuran itu. Ini memungkinkan mereka untuk memaksakan hukum serta cara berfikirnya pada penduduk asli.

Agama mereka adalah Hindu meskipun tidak murni. Tetapi hal ini merupakan kemajuan yang besar dibandingkan dengan apa yang dianut sebelumnya. Tapi jangan mengira mereka (dari kepercayaan yang lebih tua itu) akan menyambut gembira setiap teori yang akan membahas mereka dari kekejaman-kekejaman itu. Sebab pada kenyataannya mereka tak begitu suka akan seremoni-seremoni yang ruwet yang disajikan pada setiap upacara. Ironisnya, meskipun di bawah rezim yang baru itu upacara-upacara keagamaan yang kotor dan jahat dilarang keras, tetapi upacara-upacara itu tetap dijalankan secara rahasia.

Ketahayulan memang sukar dilenyapkan. Dan semakin kejam serta jijik upacara yang dilakukan itu, semakin tabah pula rahib-rahibnya. Agama Hindu tetap menjadi agama resmi negara itu, tetapi setelah berabad-abad, penyembahan setan ternyata mulai tumbuh lagi.

Bahkan rahib-rahibnya tak lagi berusaha menyembunyikan praktek-praktek jahat mereka, sehingga keadaan pada umumnya tak berbeda banyak dengan sebelum invasi itu. Karena itu, maka Sang Vaivasvatu Manu memutuskan untuk mengusahakan sesuatu yang lain. Memberikan inspirasi pada Raja India Karishka untuk mengirim ekspedisi ke Pulau Jawa dalam tahun 78.

Pemimpin ekspedisi yang baru ini dikenal dalam sejarah sebagai Aji Saka. Namanya tetap dihormati oleh orang Jawa yang berpendidikan. Kalangan intelektual ini menyebut, Aji Saka memusnahkan segala macam kanibalisme sampai pada akarnya, dan menentukan berlakunya kembali hukum-hukum serta kebudayaan Hindu.

Diantaranya adalah memunculkan kembali sistim kasta dan vegetarisme. Ia pun menghidupkan kembali epos Hindu serta tulisan abjad Jawa yang diasumsikan berasal dari Devanagiri. Dan Aji Saka pula (karena ia seorang Hindu kuno) yang menginstruksikan beberapa perwiranya untuk mendirikan sekolah-sekolah Buddhis Hinayana maupun Mahayana.

Yang Hinayana untuk sementara waktu lebih unggul, tetapi di bawah kekuasaan Raja-raja Syailendra pada abad ke-8 Mahayana menjadi terkemuka, dan akhirnya hampir seluruh menjadi Hinayana. Agama Buddha dengan cepat diterima secara luas di pulau ini, tetapi pengikut-pengikutnya dan pengikut agama Brahma rupanya hidup berdampingan dalam keadaan damai serta toleran. (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar