Regulasi

Cakrawala Mendung Akibat Perang Dagang Awali Pembicaraan Annual Meeting IMF-WB di Bali

BALI - Annual Meeting International Monetary Fund-World Bank 2018 dimulai dengan Konferensi Pers World Economic Outlook (WEO) di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10/2018). Lembaga itu mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,9% pada April lalu, menjadi 3,7% untuk proyeksi 2018 maupun 2019.

Dana Moneter Internasional (IMF) menyebut bahwa laju stabil yang dinikmati oleh ekonomi global sejak pertengahan 2016 memang masih berlanjut, tapi kini ekspansinya telah menjadi kurang seimbang dan bahkan telah mencapai puncaknya di beberapa ekonomi utama dunia.

Adapun IMF menyebut bahwa risiko yang mungkin muncul, di antaranya risiko dari peningkatan hambatan dagang serta arus modal keluar dari negara berkembang (emerging market) yang memiliki fundamental lemah, kini telah semakin nyata.

IMF menegaskan, eskalasi tensi dagang serta pergeseran arah kebijakan menjauhi multilateral dan sistem perdagangan berbasis aturan merupakan ancaman utama untuk prospek ekonomi global ke depan.

Kepala Ekonom Dana Moneter Internasional (IMF) Maurice Obstfeld mengatakan tensi tinggi perdagangan antara AS dan China tidak akan membaik dalam waktu dekat.

“Ada awan di cakrawala, pertumbuhan telah terbukti kurang seimbang dari yang kami harapkan, tidak hanya pada sisi keseimbangan risiko, kemungkinan guncangan negatif lebih lanjut untuk proyeksi pertumbuhan kami telah meningkat,” jelasnya seperti dikutip bisnis.com.

Meskipun demikian, dia menilai tren positif pada pertumbuhan ekonomi AS hanya akan bertahan sepanjang insentif fiskal terus diberikan. Artinya, momentum pertumbuhan AS akan berhenti saat pemerintahannya menghentikan insentif pajaknya saat ini.

Dia pun turut merevisi pertumbuhan ekonomi negara AS dan China, sebagai akibat dari perang dagang mereka yang berkelanjutan.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan turun 0,2% menjadi 2,5% pada 2019 karena tarif yang diberlakukan baru-baru ini atas impor barang porselen dan pembalasan China.

“Pertumbuhan fundamental China yang diharapkan juga ditandai turun walaupun ada kebijakan domestik China kemungkinan akan mencegah penurunan pertumbuhan yang lebih besar,” tuturnya.

Maurice pun merangkum secara keseluruhan dibandingkan dengan 6 bulan yang lalu, Pada 2018 dan 2019 pertumbuhan ekonomi di negara maju menjadi lebih rendah 0,1% termasuk penurunan peringkat dari kawasan Eropa dan Inggris.

Revisi negatif pula untuk pasar negara emerging dan negara berkembang lebih parah, berkurang 0,2% pada tahun ini dan 0,4% pada tahun depan.

Menurutnya, negara emerging telah mengelola dampak dari pengetatan likuiditas yang terjadi dan ketidakpastian akibat perang dagang dengan baik.

“Likuiditas dari banyak negara berkembang mengelola secara relatif baik mengingat keadaan umum yang diperketat yang mereka hadapi dengan menggunakan kerangka moneter yang mapan berdasarkan fleksibilitas nilai tukar, tetapi tidak dapat disangkal bahwa kerentanan terhadap guncangan global telah meningkat,” jelas Maurice.

Maka, setiap pembalikan tajam untuk pasar negara emerging akan menyebabkan ancaman signifikan bagi negara maju karena emerging market dan ekonomi berkembang memiliki PDB lebih dari sekitar 40% dari PDB dunia.

Tantangan yang dihadapi negara emerging dan negara berkembang saat ini beragam dalam menghadapi berbagai tantangan jangka panjang mulai dari memperbaiki lingkungan investasi, mengurangi anomali pasar tenaga kerja, hingga meningkatkan sistem pendidikan.

Maurice menyimpulkan saat ini yang terutama adalah memastikan pertumbuhan inklusif  yang mengutamakan kualitas dibandingkan kuantitas bagi negara emerging. Bay


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar