Humaniora

Tragedi Setan (7) : Ini Pembeda Malaikat dan Manusia Suci

Penegasan kembali status kemalaikatan Iblis menekankan pada peran kehidupan Iblis pada waktu diperintahkan untuk bersujud.

Dia tidak merasa telah diperintahkan untuk bersujud, dan dia juga tidak merasa bertanggungjawab terhadap penolakannya. Perintah itu hanya berlaku bagi para malaikat dan tidak bagi yang lainnya. Sekali pun kenyataannya sangat berbeda, karena dalam pandangan ini Iblis sebenarnya juga seorang malaikat.

Kemampuan Iblis untuk memberikan keturunan tidak secara otomatis merupakan tanda dari kejahatannya atau sifat dasarnya, seperti yang telah dinyatakan oleh beberapa orang. Mungkin saja ada suatu spesies malaikat tertentu yang mampu berkembang biak. Spesies-spesies ini adalah malaikat-malaikat yang dikenal sebagai jin, dan Iblis adalah salah satu diantaranya.

Bahkan penolakan Iblis atas perintah Allah tidak terlihat sebagai suatu tanda dari kekurangannya yang tak dapat dicela terhadap status kemalaikatan. Mengapa tidak mungkin ada satu malaikat yang berbuat dosa, sekalipun sebagian besar malaikat tidak berbuat dosa?

Apakah tidak terbayangkan bahwa ada seorang manusia yang tidak pernah berbuat dosa, meskipun kita tahu, bahwa sebagian besar manusia adalah orang-orang yang pernah berbuat dosa?

Dalam Majma'al Bayan dari At-Tabarsi itulah argumen-argumen yang bersifat sebagai bantahan telah dirangkum. Hasilnya : (1) Jin adalah suatu spesies atau bangsa malaikat dan bukan merupakan kelompok yang sifatnya berbeda.

Mengapa mereka disebut jin? Ini karena mereka tidak kelihatan (ijtana) dari pandangan manusia pada umumnya. (2) Sikap yang tidak tercela tidak seharusnya diberikan kepada seluruh malaikat, karena sikap tersebut hanyalah nilai tertentu dari penjaga kekayaan (khazana) matahari dan bulan (nayyiran).

Khazanah Surga, di mana Iblis termasuk di dalamnya, bisa saja berbuat sesuatu yang berdosa. (3) Pandangan bahwa jin berbeda karena mereka diciptakan dari api, sementara itu malaikat adalah makhluk spiritual yang diciptakan dari angin dan cahaya, tidak sepenuhnya dibenarkan.

Tak seorang pun dapat membantah bahwa malaikat-malaikat diciptakan dari cahaya. Namun demikian, perbedaan antara api dan cahaya tidaklah berarti, kecuali jika ada beberapa perbedaan yang esensial. Demikian juga, bukti untuk pernyataan bahwa jin makan dan minum tidaklah meyakinkan. Ada bukti yang berlawanan yang menunjukkan bahwa jin adalah makhluk spiritual yang memiliki kemampuan untuk merasakan, namun tidak untuk makan atau minum.

Dan yang terakhir, argumen yang didasarkan pada pemilihan Allah terhadap malaikat sebagai utusan-utusan-Nya (Al-Qur'an 35:1) tidak seluruhnya akurat, karena ayat yang lain dari Firman Allah menyebutkan: " Allah memilih utusan-utusan-(Nya) dari antara malaikat dan dari antara manusia" (Al-Qur'an 22:75).

Untuk menyimpulkan bahwa malaikat-malaikat dan beberapa manusia tertentu yang Allah pilih sebagai utusan-utusanNya adalah benar dan harus diyakini karena sesuai dengan wahyu Allah. Namun demikian, untuk menyatakan bahwa utusan dari segelintir manusia dan malaikat secara tak langsung menunjukkan sikap yang tidak tercela dari semua (malaikat dan manusia) tidaklah masuk akal. Sejarah manusia adalah buktinya. (jss/bersambung)

 


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar