Humaniora

Tragedi Setan (4) : Iblis Si Pangeran Kegelapan

Salah satu sumber Arab yang utama, yang berkenaan dengan gnostisisme Manichaean, yaitu Fihrist dari Ibn An-Nadim (wafat 955 M), misalnya, yang pada dasarnya menyebut Pangeran Kegelapan Manichaean dengan nama "Iblis Purba" (Iblis Al- Qadam).

Hanya kelemahannya, sampai sejauhmana identitas semantik menunjukkan suatu kepercayaan dalam identitas yang sebenarnya antara figur-figur setan dari kedua catatan tradisi ini tidaklah dikemukakan secara jelas. Kendati tidaklah berlebihan jika diaasumsikan, bahwa Ibn An-Nadim melihatnya berhubungan erat dengan peran-peran yang mereka kemukakan dalam catatan tradisinya.

Sebab perlu dicatat, bahwa Pangeran Kegelapan disamakan dengan sekumpulan figur-figur setan oleh misionaris Manichaean, yang tergantung pada masyarakat mana yang menjadi sasaran mereka untuk masuk ke agama Kristen.

Dan sebuah analisa yang menyeluruh dari beberapa segi gnosis Islam dan hubungannya dengan sistem gnosis lain sebelum Islam terdapat pada karya tulis Hanry Corbin yang terakhir. Perhatian di sini secara sederhana adalah untuk mengakui peran sentral yang dimainkan Iblis dalam mitos-mitos gnostik yang terdapat dalam literatur spiritualitas agama Islam, terutama literatur dari masyarakat Isma'iliyah.

Dalam masyarakat ini, mitos panjang tentang kekacauan pleroma kosmik, Iblis disamakan dengan imajinasi setan dari Akal Ketiga (atau Kebangkitan kedua) yang disebut Adam Ruhani. Dia mengalami kegagalan karena ambisinya untuk mempertahankan kesamaan dengan akal Kedua (atau kebangkitan pertama). Jadi, dengan demikian drama kehancuran kosmik dan perbaikannya yang terjadi secara bertahap telah mulai terjadi.

Iblis juga merupakan suatu titik fokus dalam mitos gnostik dari turunnya Adam ke dunia. Untuk memahami peranannya, perlu disadari bahwa dasar bagi sistem gnostik Isma'iliyah adalah pandangan masa edar. Era dunia yang sekarang adalah salah satu dari beberapa siklus yang berganti-ganti, yang ditandai dengan keutamaan pengetahuan eksoteris atau esoteris.

Dalam suatu siklus kashf, penyingkapan rahasia, Kebenaran yang tersembunyi menjelma melalui perantaraan iman. Untuk keperluan itu Corbin telah menggambarkannya sebagai suatu "Efifani Ketuhanan".

Namun, suatu siklus perwujudan diikuti dengan suatu siklus satr, kegaiban, di mana hukum eksoterik, syari'at, sekali lagi berlaku. Dan Kebenaran yang gaib tetap tidak dapat dimasuki kecuali oleh orang-orang yang ahli, yang senantiasa menjalani jalan kesukaran menuju Hikmah yang sebenarnya.

Otoritas Adam datang dari kenyataan bahwa dia adalah anak dari Imam yang terakhir dari siklus kashf sebelumnya, yaitu Imam Hunayd, yang menetapkan putranya untuk memperbaiki buku petunjuk syari'at. Namun, para malaikat yang mengetahui kemuliaan siklus sebelumnya enggan menerima pembatasan dari hukum eksoteris yang baru saja disebarluaskan itu. Iblis, yang di bawah nama Harits Ibnu Murra, merupakan seseorang dari masa sebelumnya, menolak untuk menyerahkan dan kemudian dia dikutuk.

Pembalasan Iblis terhadap Adam berputar kembali di sekitar ketegangan antara kashf dan satr, perwujudan dan kegaiban. Iblis yang gagal kemudian membujuk Adam ke dalam suatu kekhilafan. Tetapi mengapa orang-orang dari zaman ini harus tetap berada dalam kegelapan tentang kebenaran yang sebenarnya? (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar