Humaniora

Mitos Anglingdarma : Antara Semar dan Nyai Roro Kidul

Mitos Angling Darma di daerah Kedu lazim disebut sebagai transformasi sastra tutur. Kata pakar foklor Jawa, Prof Dr. Suripan Sadi Hutomo almarhum, itu sebagai gejala budaya lisan yang masih mengandung kegaiban-kegaiban.

Kepercayaan yang sama juga banyak terjadi di daerah lain. Misalnya kepercayaan masyarakat Cepu yang mempunyai pantangan mementaskan lakon Arya Penangsang (kisah raja Jipang Panolan) yang semasa hidupnya berperang melawan Mataram.

Juga mitos masyarakat di Pulau Madura tentang Baladewa yang disebut raja Mandura (versi wayang purwa). Tapi mengapa mitos ini tetap lestari sampai sekarang?

Petilasan Angling Darma

Kisah mistis Angling Darma yang menjadi mitos khas masyarakat Kedu (Jateng) juga sangat dikenal di masyarakat Bojonegoro, Jawa Timur. Hanya bedanya, di wilayah Jawa Timur itu tidak ditemukan unsur mistik yang mengandung pantangan.

Menurut Sri Eswandari, seorang pelaku spiritual yang menemukan petilasan Angling Darma, ia mengaku mendapat bisikan dari gurunya yakni Ki Semar. Siapa sebenarnya Ki Semar?

Menurut Sri Eswandari, dia adalah dewa kebajikan yang ditakuti dewa lainnya. Bisikan yang diterima adalah, agar ia mencari tahu sekaligus merawat tempat Angling Darma.

Cukup lama ia mencari tempat itu. Bahkan beberapa tempat angker dan beberapa makam lain dicari, tapi semuanya salah. Akhirnya Sri Eswandari bertemu orang gila yang menunjukkan tempat di mana Angling Darma melakukan semadi.

Setelah itu dicarilah tempat itu. Ini terjadi di tahun 1953. Lokasi itu dipenuhi belukar. Untuk masuk ke lokasi sangatlah sulit, penuh alang-alang dan angker, jalmo moro jalmo mati.

Tapi karena pesan yang diterimanya, maka ia pun punya keberanian untuk memasuki kawasan itu. Tempat itu dibabat habis bersama suaminya. Di tempat itu didirikan gubuk, dan baru pada tahun 90-an tempat itu dibangun.

Tepat di sekitar petilasan Angling Darma, terdapat pohon putat. Ternyata tempat itu banyak yang mendatangi untuk meminta sesuatu. Pohon itu angker dan sering memakan korban. Termasuk anak-anak yang kebetulan bermain di bawah pohon putat ini.

Masyarakat Cepu meyakini pohon itu ada penunggunya, yakni kekuatan gaib yang begitu besar. Karena tidak tahu siapa yang menjaga, maka banyak yang menyebutnya dengan Mbah Putat.

Siapa sebenarnya Mbah Putat itu?

Mbah Sri Eswandari mengatakan, bahwa banyak orang yang keblinger. Masak pohon kok dimintai sesuatu, padahal penunggunya adalah kekuatan jahat (setan).

Ia mengatakan itu karena mendapat bisikan dari Ki Semar dan Angling Darma sendiri. Karena itu, ia juga melarang orang yang datang ke sini (Sanggar Wulung) untuk meminta-minta. Akan tetapi bila berziarah dipersilahkan.

Untuk masuk ke petilasan ini tidak sembarangan, tapi ada etikanya. Caranya sebagaimana yang dilakukan seperti zaman kerajaan, yaitu berjalan dengan duduk ngesot. Begitu juga saat tepat di dekat petilasan, Mbah Sri Eswandari begitu khusuk. Tidak sedikit pun berani bertingkah macam-macam. Begitu juga saat mau keluar dari lokasi ini. Cara yang sama juga dilakukan.

Nyi Roro Kidul

Ada kejadian aneh yang menurut nalar tidak bisa diterima. Sanggar Wulung dan petilasan Angling Darma tidak kebanjiran, saat Cepu diterjang banjir tahun 1994 lalu.

Bila dilihat dari letak tanahnya yang lebih rendah dibandingkan bangunan lainnya, seharusnya petilasan ini tenggelam. Namun tatkala banjir, ternyata hanya halamannya saja yang terambah air.

Tampaknya, air itu tak berani menyentuh bangunan Sanggar Wulung dan petilasan Angling Darma, biarpun hanya ke tegel sanggar. “Saya tidak tahu mengapa tempat ini tidak banjir. Mungkin saja ada kekuatan lain, seperti Ki Semar yang menjaga kemulyaan tempat ini,” jelas Mbah Sri Eswandari. Ataukah karena Nyi Roro Kidul?

Sebab berdasar keyakinan, Ratu Laut Selatan itu sering datang ke tempat ini. “Datangnya tidak tentu, tapi yang lebih sering adalah Selasa dan Jumat Kliwon,” tambahnya.

Anda jangan keliru, lanjut Mbah Sri Eswandari. Ratu Laut Kidul itu ada dua, yang pertama merupakan perwujudan dari Putri Purbasari (putri Raden Wijaya I) dan bertempat di Parangkusuma, yakni tempat di mana biasanya bertemu dengan para Raja Jawa termasuk Hamengkubuwono.

Sementara Ratu lainnya merupakan perwujudan dari Danisworo (putri Prabu Boko- Medang Kamulan), yang istananya di Sungapan Kali Progo. dan/ton/jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar