Humaniora

Sego Gunung : Ritus Minta Restu Demit Gunung Merbabu

Di Gunung Merbabu dikenal nama Raga Dewa atau Eyang Raga Dewa. Nama ini sangat dikultuskan. Dia dipercaya sebagai pemimpin demit gunung ini, yang tahu Gunung Merbabu aman atau bahaya jika didaki.

Pada hari-hari tertentu Eyang Raga Dewa ini turun ke bawah mendatangi masyarakat Selo, Kopeng dan sekitarnya. Dipercaya pula apabila Eyang Raga Dewa turun gunung berarti akan ada goro-goro di bumi Nusantara ini.

Untuk menangkal agar kedatangannya tidak membawa petaka, masyarakat sekitar melakukan selamatan setiap bulan Sapar yang dikenal dengan nama selamatan Sego Gunung. Selain Eyang Raga Dewa, masyarakat sekitar juga mengenal Mbah Kerto. Tapi siapa Eyang Raga Dewa dan Mbah Kerto itu?

Sudah menjadi tradisi bagi setiap pendaki dan masyarakat sekitar yang akan melakukan pendakian ke puncak Merbabu. Mereka tanpa terkecuali harus minta izin pada penguasa Gunung Merbabu.

Dalam hal ini yang mendapat kepercayaan atau wakil dari Penguasa Merbabu Eyang Raga Dewa adalah Pak Prawiro. Setiap pendaki mesti minta izin dia. Sebab Prawiro ini memiliki kelebihan, bisa berkomunikasi dengan penguasa Gunung Merbabu.

Kapan gunung itu bisa dinaiki dan kapan harus menunda. Sampai sekarang tidak seorang-pun berani membantah. Semua pendaki termasuk masyarakat sini percaya pada dia. Jika melanggar aturan, biasanya mereka mendapat musibah di perjalanan. Tidak kuat sampai ke puncak atau jatuh ke jurang,’’ kata Paijem asisten Prawiro. har/jss

Raga Dewa Dan Mbah Kerto

Sebagian masyarakat menyebut Eyang Raga Dewa dan sebagian yang lain menyebut Mbah Kerto. Dua nama berbeda itu sebenarnya adalah satu orang. Eyang Raga Dewa tidak jelas asal usulnya sementara Mbah Kerto adalah asli orang Ampel sisi timur Merbabu.

Sampai sekarang nama lain dari Eyang Raga Dewa adalah Mbah Kerto. Sementara sisi selatan khususnya Kecamatan Selo lebih mengenal nama Eyang Raga Dewa.

Semasa hidupnya Mbah Kerto dikenal sebagai sosok menusia brandal, begal, suka merampok, suka berbuat jahat terhadap setiap orang yang melintas di sekitar Gunung Merbabu. Karena sifat buruknya itu, ia akhirnya dikejar-kejar masyarakat sekitar Merbabu.

Takut menghadapi ratusan masyarakat yang memusuhinya, Mbah Kerto akhirnya lari ke puncak Merbabu. Ia bertapa selama tiga bulan di puncak Merbabu. Tiga bulan lamanya tidak kembali pulang, oleh masyarkat dianggap mati. Padahal ia mendirikan gubuk di puncak Merbabu sebagai tempat tinggalnya.

Anehnya masyarakat mengaku tidak pernah berjumpa dengan gubuk itu padahal setiap hari banyak orang naik ke puncak mencari kayu bakar.

Setelah merasa aman, Mbah Kerto bersemedi seorang diri. Ia bertobat atas perbuatannya yang telah merugikan banyak orang. Dalam semedinya itu, Mbah Kerto didatangi mahluk halus yang mengaku sebagai penguasa Gunung Merbabu. Melihat ada yang datang Mbah Kerto merasa, bahwa keinginan tobatnya akan terkabul.

Dalam pertemuannya dengan penguasa Mahluk halus itu, Mbah Kerto mendapat perintah agar membasuh seluruh tubuhnya dengan air yang terdapat di Kawah Candradimuka. Dengan begitu semua dosa-dosanya akan dihapus dan memulai hidup baru. Dan hidup baru itu adalah hidup yang berguna bagi manusia.

Setelah itu dia disuruh turun Gunung menemui seorang wanita yang sedang hidup sebatang kara di Desa Tekelan. Setelah sekitar 3 bulan hidup di atas Gunung, Mbah Kerto turun Gunung. Ia menemui wanita yang hidup sendirian dan dia kawini wanita itu. har/jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar