Humaniora

Ini Eksotisme Suku Bakung di Mahak-Dumuk

Suku Bakung hidup di Desa Mahak-Dumuk, Kalimantan Timur. Jarak kampung itu sekitar 25 Km dari Kota Samarinda. Di daerah ini juga terdapat pemukiman Suku Dayak Kenyah. Maklum, karena Suku Bakung itu masih serumpun dengan Suku Dayak Kenyah.

Desa Mahak-Dumuk itu dihuni oleh Suku Kenyah-Bakung. Dengan begitu desa itu dihuni oleh anak-suku Bakung dari Suku Dayak Kenyah. Memang, belasan Suku Dayak menghuni pedalaman Kalimantan. Selain Suku Bakung dan Suku Kenyah, juga ada Suku Modang, Suku Bahau, Suku Apo-Kayan dan Suku Punan.

Suku Bakung merupakan anak-suku yang kecil. Mereka melepaskan diri dari Suku Kenyah. Tinggal di dua desa, yakni di Mahak-Dumuk dan Lebusan. Ada ribuan orang Bakung tinggal di dua desa itu. Sedangkan ribuan lainnya tinggal di daerah Serawak, Malaysia. Itu karena menurut sejarahnya, orang-orang Bakung itu berasal dari Pujungan di sekitar pantai Serawak.

Sebenarnya mereka adalah Suku Kenyah. Menjadi Suku Bakung setelah datang di Pujungan. Mereka juga mengaku masih punya hubungan darah dengan Suku Kayan yang tinggal di Serawak. Gara-gara kebiasaan nomaden akhirnya Suku Bakung itu menetap di Mahak puluhan tahun lalu.

Sejak itu datang bergabung orang-orang Bakung lain yang menetap di Dumuk, sebelah Desa Mahak. Gabungan dua desa itu yang kemudian dikenal sebagai Mahak-Dumuk.

Seperti kebanyakan suku Dayak yang lain, suku Bakung adalah pengembara. Mereka menetap hanya selama ladang masih menghasilkan dan tanahnya subur. Bila tanah dan sumber-sumber lain seperti sungai dan hutan berkurang hasilnya, mereka pun pindah mencari tempat yang lain.

Tarian Tradisional

Sebagai suku pedalaman, mereka juga mempunyai adat atau tradisi. Di tanah lapang desa yang dikelilingi oleh rumah panjang, biasanya banyak orang berkumpul untuk melihat beberapa tarian tradisional. Tari-tarian itu merupakan bagian dari upacara agama asli orang Dayak. Itu berhubungan erat dengan putaran upacara menanam padi.

Seperti tarian Nugan yang menggambarkan upacara pada hari pertama menanam padi. Ketika itu, sang dukun akan mendoakan agar padinya tumbuh baik dan hasilnya melimpah saat panen.

Juga dikenal ritus Tantagah, doa upacara untuk mengusir penyakit tanaman. Para penari laki-laki dan perempuan menari dengan tongkat bambu. Menggambarkan pengusiran serangga dari tetumbuhan.

Tarian Uman Undat menggambarkan rasa gembira para petani dan penduduk desa pada akhir panen raya. Dan tarian terakhir yang dipertunjukkan adalah tari Hudo. Ini semacam tarian perang yang menggambarkan pengusiran roh-roh jahat.

Alat-alat musik yang dipergunakan untuk mengiringi tarian itu adalah sampe. Yakni semacam gitar dengan dawai dua atau tiga helai, dan dilengkapi dengan gong.

Di Mahak-Dumuk terdapat beberapa rumah panjang (umak). Panjangnya bisa mencapai seratus meter. Di masing-masing rumah itu disediakan lebih kurang tiga puluh bagian yang disebut lamin atau amin. Disitulah tempat keluarga inti tinggal.

Di amin ini biasanya orang Bakung menempatkan tamu mereka. Perlu diketahui, amin itu menyerupai sebuah bilik yang sangat besar.

Yang tidak kalah menarik adalah kebiasaan mereka menghormati tamu. Para tamu itu disambut dengan pesta oleh penduduk yang bukan hanya dari satu desa. Tapi juga dari Lebusan, pemukiman Bakung lain yang terletak di sekitar Mahak-Dumuk. Pesta itu diadakan di gang depan amin yang dihuni tamu.

Puncak dari pesta malam hari itu adalah tari Kancet Datun Julut. Sebuah tarian bersama oleh tiga puluh gadis Bakung dari Mahak-Dumuk dan Lebusan. Para gadis itu berdandan secantik-cantiknya dengan mengenakan pakaian adat Dayak. jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar