Politik

Perang Dagang China-AS Tambah Tegang, Harga Minyak Sawit Ikut Oleng

ilustrasi gambar CNN

PEKANBARU-Buntut perang dagang antara China-Amerika Serikat makin berlarut-larut. Saling ancam terjadi, yang membuat mata uang berbagai negara anjlok tak terkendali.

Pekan ini Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menyebut, bahwa pihaknya akan memberlakukan tarif 25% untuk produk impor asal China. Disebutnya, nilai barang itu tidak hanya USD 200 miliar seperti sebelumnya, tetapi lebih besar lagi, yaitu USD 267 miliar.

"US$ 200 miliar yang kita bicarakan bisa terjadi dengan segera tergantung mereka (China). Sampai batas tertentu akan terserah China,” ungkap Trump, seperti diberitakan Reuters, Sabtu (8/9/2018).

Mendapat ancaman itu, China yang sebelumnya akan mengajak berunding Amerika Serikat (AS) itu ternyata tidak melunak. Negeri Panda itu juga memberi ancaman sama, bahwa apa yang dilakukan Trump bisa membuat perselisihan kedua negara akan semakin meningkat.

Seperti diketahui, perang dagang ini bermula dari sanksi AS terhadap produk ekspor China yang dikenahi tarif 10%. Sanksi itu direaksi keras oleh China. Produk AS yang masuk China dikenai tarif 25%. Ini yang kemudian diikuti AS untuk mengenakan tarif yang sama.

Produsen minyak sawit mentah terbesar dunia, Indonesia dan Malaysia, semula menganggap ini adalah peluang. Sebab AS merupakan produsen minyak kedelai yang pasarnya besar di China.

Namun ketegangan itu ternyata membuat pasar minyak nabati dunia menjadi oleng. Pasar mengalami ketidak-pastian. Akibatnya, selain pasar mengecil, kurs uang masing-masing negara juga terdevaluasi.

Tidak hanya rupiah dan ringgit yang nilai tukarnya melorot tajam, tetapi juga mata uang euro, poundsterling, rupee India, serta beberapa negara lagi. Ini yang membuat harga minyak sawit mentah ikut menjadi naik turun tidak menentu. reuters/jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar