Humaniora

Ritus Batak Toba (2) : Familiar, Tapi Mengapa Dianggap Kasar?

Ini masuk akal, sebab dari kecil mereka sudah diajari untuk menghargai kebersamaan. Seorang anak lebih sadar akan nama marganya (di Eropa disebut nama famili, tetapi mungkin lebih tepat disebut nama klan) daripada namanya sendiri. Dan kalau mereka baru pertama bertemu, maka yang ditanya pertama kali ialah "Apa marga kamu?"

Dan mereka akan segera mencari hubungan famili walaupun sebelumnya tidak kenal dan mungkin hubungan famili sudah sangat jauh. Tetapi yang penting, mereka bersama. Dan masing-masing tahu menempatkan posisinya. Sebab sendirian mereka merasa tidak berada.

Tetapi dengan begitu mereka tidak kehilangan individunya. Mereka sangat gigih memperjuangkan hak dan kewajibannya. Bahkan tidak jarang terjadi perkelahian gara-gara itu. Untuk itu kadang perlu dicari alasan yang lebih mendalam. Tapi mengapa Suku Batak dikatakan berperilaku kasar?

Masayarakat Batak-Toba adalah patriarchal-virilocal. Dimana anak laki-laki meneruskan garis keturunan, dan perempuan berpindah ke tempat laki-laki bila perkawinan terjadi. Yang unik dalam hal ini untuk masyarakat Toba ialah dalam circulatie-connubiu mereka mempunyai tata-tertib sosial yang disebut Dalihan Na Tolu (Tungku yang Tiga).

Secara fisik Dalihan Na Tolu ini adalah tiga buah batu sebagai kaki tungku untuk memasak. Dan tempatnya di pusat rumah pada rumah tradisional. Tetapi secara simbolis itu melambangkan tiga grup besar dalam hubungan famili.

Dalihan Na Tolu terdiri atas Hula-hula (pihak yang memberi isteri), Boru (pihak yang menerima isteri) dan Dongan Sabutuha (harafiah, teman-seperut, artinya teman semarga). Hubungan di antara ketiga unsur ini sangat ketat. Sebab setiap posisi mempunyai arti tersendiri.

Itu nampak dalam ungkapan berikut ini: Somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru. Artinya kepada hula-hula harus menaruh hormat, kepada teman semarga harus berhati-hati, dan kepada boru harus berlaku sayang. Ini merupakan nilai utama dalam interaksi sosial. Tanpa panutan ini orang Batak-Toba akan merasa kacau (disorder). Dan tiap orang harus tahu menempatkan posisinya dalam setiap pertemuan.

Dan kalau diteliti lebih jauh, maka interaksi sosial ini tidak hanya dalam tingkat horizontal tetapi juga vertikal. Hula-hula harus dihormati oleh Boru, sebab Hula-hula ini adalah wakil Tuhan (Mulajadi Nabolon). Mulajadi Nabolon ini menjelmakan dirinya dalan makro kosmos, yaitu dunia atas (banua ginjang), dunia tengah (banua tonga) dan dunia bawah (banua toru).

Hula-hula ini adalah sumber berkat untuk boru. Tidak hanya secara faktual bahwa hula-hula memberikan putrinya kepada pihak boru tetapi juga secara kualitas hidup. Sebab kata-kata hula-hula ini memberi jaminan hidup yang lebih baik kepada boru. Tetapi pihak hula-hula harus bersikap sayang kepada boru. Mereka memberi banyak bantuan kepada hula-hula-nya dalam bentuk mas kawin, uang atau bantuan tenaga. (Dian Yuniarni/bersambung)

 


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar