Humaniora

Puteri Keraton Itu Disunat Lho

Puteri keraton itu ternyata disunat. Dan mereka juga memakai busana khas yang penuh dengan simbol.

Yaa, busana di Keraton Yogyakarta merupakan salah satu penegak kewibawaan. Secara garis besar, busana sebagai atribut kebangsawanan dapat dibedakan menjadi dua golongan. Yakni busana untuk kegiatan sehari-hari (non-formal), dan busana untuk kegiatan yang dianggap lebih resmi (formal).

Busana resmi terbagi menjadi busana untuk menghadiri upacara alit (upacara kecil) dan busana untuk upacara ageng (upacara besar). Dari pengelompokan busana ini, masih diklasifikasi menjadi busana anak-anak, busana remaja, dan busana untuk orang dewasa.

Jika dilihat secara seksama, ternyata busana gaya Yogyakarta dapat dibedakan menurut kebutuhan, tingkat umur dan status pemakainya. Yang menarik, terdapat busana khusus untuk upacara tetesan (khitanan untuk putri) dan upacara tarapan (haid pertama).

Busana tetesan untuk putri raja yang sedang dikhitan, terdiri dari nyamping cindhe yang dikenakan dengan model sabukwala, lonthong kamus bludiran, cathok kupu terbuat dari emas permata, slepe, kalung ular, subang, gelang tretes dan cincin temunggul.

Sanggulnya berbentuk konde, dengan pemanis bros di tengahnya dan hiasan bulu burung bangau yang disebut lancur. Di atas sanggul diletakkan pethat berbentuk penanggalan atau bulan sabit.

Busana tetasan untuk wayah dalem (cucu raja) saat itu, hampir sama dengan busana tetesan untuk putra dalem (anak raja). Perbedaannya terletak pada model kalung dan gelang yang dipakai.

Kalung untuk wayah dalem berupa kalung sungsun dan gelangnya berbentuk gelang kana. Busana untuk wayah dalem ini sangat mirip dengan busana sabukwala yang dikenakan pada waktu menghadiri upacara garebeg.

Upacara tetesan diadakan di Bangsal Pengapit sebelah selatan Dalem Pranayeksa. Dihadiri oleh garwa dalem, putra dalem, wayah, buyut serta canggah. Selain itu juga abdi dalem bedaya, emban, amping, abdi dalem keparak berpangkat tumenggung serta Rio yang duduk di Emper Bangsal Pengapit. Para abdi dalem keparak lainnya di halaman sekitarnya. Upacara ini untuki anak usia 6-8 tahun.

Ini berbeda dengan tahapan upacara inisiasi haid pertama bagi anak perempuan. Dalam upacara ini anak disucikan dengan mandi ritual seperti upacara pengantin.

Perlengkapan busana yang dikenakan terdiri atas nyamping cindhe, lonthong kamus bludiran, udhet cindhe, slepe, gelang kana, sangsangan sungsun, dan memakai subang serta cincin.

Sanggulnya berbentuk tekuk dengan hiasan pethat gunungan. Di bagian tengah sanggul diselipkan bros, lancur, serta peniti renteng sebagai jebehan di kiri-kanan.

Sedang kain cindhe untuk upacara ini model pinjung.

Upacara tarapan bertempat di Bangsal Sekar, Sekar Kedatonan sebelah selatan Kedaton Kulon. Seperti halnya upacara tetesan, upacara tarapan ini termasuk upacara intern untuk wanita. Para pria termasuk sultan tidak hadir dalam upacara itu.

Setelah menjalani upacara tarapan, seorang seorang gadis dianggap telah memasuki masa remaja. Untuk itu, pada hari-hari selanjutnya busana yang dikenakan mengikuti peraturan busana remaja. mok/jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar