Nusantara

2050 Tambahan Produksi 200 Juta Ton, Airlangga Ramal Sawit Paling Eksis

NUSA DUA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis permintaan terhadap produk sawit dan turunan bakal terus meningkat setiap tahun.

Bahkan dengan perkiraan populasi manusia bakal mencapai 9,8 miliar jiwa pada tahun 2050, dunia memerlukan tambahan 200 juta ton produksi minyak nabati.

“Minyak sawit merupakan cara yang berkelanjutan dan efisien untuk memenuhi permintaan minyak nabati yang terus meningkat,” kata Airlangga saat memberikan sambutan secara virtual dalam The 19th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2024 Price Outlook, Kamis 2 November 2023.

Selama ini, sawit mampu mendukung penyediaan bahan bakar transportasi yang lebih ramah lingkungan, seperti bahan bakar penerbangan berkelanjutan.

“Bahkan, Indonesia telah mampu mengembangkan SAF yang dikenal dengan BioAvtur 2.4% atau J2.4,” ungkap Airlangga.

Untuk meningkatkan produktivitas, Indonesia telah melakukan penanaman kembali seluas 200.000 hektar sejak tahun 2007 dan seluas 180.000 hektar sedang dilakukan penanaman kembali di tahun ini dengan mengalokasikan anggaran sebesar USD386 juta.

Di tingkat global, inisiatif Uni Eropa melalui kebijakan European Union Deforestation Regulation (EUDR) untuk membatasi deforestasi yang disebabkan oleh kegiatan kehutanan dan pertanian di seluruh dunia, akan memberikan dampak langsung pada komoditas utama Indonesia yakni kelapa sawit, kopi, kakao, karet, kedelai, sapi, dan kayu.

“Terlepas dari kekhawatiran kami, Pemerintah siap berkolaborasi dengan Uni Eropa dalam membangun kerangka kerja yang mendorong pertanian berkelanjutan, termasuk produksi minyak nabati, dengan cara yang inklusif, holistik, adil, dan tidak diskriminatif. Sangat penting bagi Uni Eropa untuk mengakui dan menyadari sepenuhnya bahwa standar keberlanjutan nasional negara-negara produsen dapat memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk mengakses pasar Uni Eropa,” tegas Menko Airlangga.

The Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) juga telah menjalin komunikasi intensif dengan komisi Uni Eropa untuk mengatasi tekanan.

Dari komunikasi ini menghasilkan enam tim kerja  termasuk inklusivitas petani kecil, skema sertifikasi yang relevan, ketertelusuran, data ilmiah mengenai deforestasi dan degradasi hutan, serta perlindungan data privasi.(lin)
 


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar