Nusantara

Tuduhan Eksploitasi Pekerja Wanita Rugikan Industri Sawit

JAKARTA - Kampanye hitam terhadap industri sawit Indonesia kembali marak. Setelah isu kebakaran lahan, sejumlah LSM asing dengan dukungan sejumlah media Barat mendiskreditkan industri sawit dengan isu eksploitasi pekerja perempuan. Sebuah tuduhan yang tidak didasari fakta-fakta objektif di lapangan.

“Perusahaan sawit di Indonesia, terutama yang menjadi anggota GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), tidak mungkin melakukan praktik ketenagakerjaan yang melanggar Undang-Undang dan prinsip serta kriteria di dalam ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil),” kata Sumarjono Saragih, Ketua Bidang Ketenagakerjaan GAPKI, dalam keterangannya kepada media di Jakarta, Kamis (19/11).

Sumarjono memastikan industri sawit Indonesia sudah mampu menciptakan iklim kerja yang kondusif dan layak bagi para pekerjanya. Bahkan, GAPKI telah bekerjasama dengan ILO (Organisasi PBB untuk urusan Pekerja) dan sejumlah LSM Internasional untuk membangun sistem ketenagakerjaan yang layak (decent work) di sektor perkebunan kelapa sawit.

“Berita yang awalnya di-viralkan oleh kantor berita  Amerika Serikat yaitu AP (Associated Press) tersebut sangat bias, tendensius, dan tidak memunhi azas both side coverage,” kata Sumarjono.

Sejak pandemik covid-19 yang terjadi pada Maret 2020, perusahaan-perusahaan sawit anggota GAPKI melaksanakan protokol kesehatan yang ketat di mana akses keluar masuk ke dalam kebun dibatasi. Jika wartawan kantor berita AP benar-benar terjun ke lapangan, apakah benar mereka masuk ke dalam kebun perusahaan mengingat akses yang terbatas sejak pandemik covid-19.

“Seandainya wartawan AP masuk ke dalam kebun perusahaan sawit anggota GAPKI, mereka pasti akan mendapatkan fakta lapangan yang lebih objektif,” kata Sumarjono.

Sumarjono mengatakan, perusahaan-perusahaan anggota GAPKI tunduk dan conply dengn semua peraturan sesuai UU Ketenagakerjaan. Bahkan, GAPKI menargetkan sampai akhir 2020 ini, semua anggota GAPKI telah bersertifikasi ISPO. “Kalau sudah ISPO, kan sudah tidak ada lagi isu-isu terkait tenaga kerja. Karena kalau ada pelanggaran, tidak mungkin mendapatkan sertifikat ISPO,” katanya.

Sumarjono meyakini, viralnya berita mengenai eksploitasi pekerja wanita di perkebunan sawit ini adalah bagian dari perang dagang dalam pasar minyak nabati dunia. Ketika berbagai komoditas minyak nabati non sawit tidak bisa lagi bersaing dengan minyak sawit, negara-negara maju melakukan kampanye negatif untuk merusak reputasi. “Harapan mereka bisa memutus  rantai pasok dari sisi buyer minyak sawit dan juga end customers dengan mem-viralkan isu-isu negatif,” katanya.

Di tengah pandemik covid-19, sektor minyak sawit memberikan sumbangan devisa ekspor sebesar 15 miliar USD hingga September tahun 2020. Sumbangan sawit ini memastikan neraca perdagangan Indonesia pada periode tersebut surplus. Data Kementrian Pertanian menyebut Ada sekitar 4,4 juta tenaga kerja langsung yang bekerja di sektor sawit dan sekitar 12 juta tenaga kerja tidak langsung serta  2,7 juta petani. Dari total luas lahan perkebunan sawit Indonesia yaitu 16,3 juta hektar, sekitar 7 juta hektar atau 43% adalah perkebunan sawit rakyat.

Kata Sumarjono, melalui Kolaborasi multipihak baik lembaga pemerintah maupun organisasi internasional di bidang ketenagakerjaan, GAPKI  melakukan upaya berkelanjutan untuk peningkatan, perbaikan, promosi dan implementasi semua aspek yang terangkum dalam kerja layak (decent work). Ada 6 (enam) agenda yang menjadi perhatian GAPKI dengan mitra kerjanya: 1) status pekerjaan 2) dialog sosial 3) perlindungan anak dan pekerja perempuan 4) pengupahan 5) keselamatan dan kesehatan kerja (K3), dan 6) mendorong pengawasan oleh pemerintah.


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar