Nusantara

Dugaan Pemerasan oleh Oknum Jaksa, KPK Periksa 63 Kepsek di Inhu

PEKANBARU - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan melakukan pemeriksaan terhadap 63 kepala sekolah (Kepsek) tingkat SMP di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu). Pemeriksaan dilakukan terkait dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum jaksa di Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu. 

Akibat dugaan pemerasan yang berkaitan dengan pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tersebut, sedikitnya 63 kelapa sekolah tingkat SMP di Inhu mengajukan surat pengunduran diri. 

Terkait pemeriksaan 63 kepala sekolah ini diungkapkan Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum PGRI Riau, Taufik Tanjung SH. "Iya, betul (pemeriksaan 63 Kepsek SMP di Inhu). Pemeriksaannya di Hotel Premiere," kata Taufik saat dikonfirmasi Kamis (13/8) petang. 

Taufik mengatakan, pemeriksaan terhadap para kepala sekolah itu telah dilakukan selama tiga hari. Dia mengatakan, tidak ada pihak lain yang diperiksa oleh KPK dalam pemeriksaan tersebut. "Setahu saya tidak ada (pihak lain). (Kasusnya) masih seputaran itu (dugaan pemerasan oleh oknum jaksa)," katanya.

Taufik menerangkan, dalam pemeriksaan tersebut, tim KPK melakukan kloning (menggandakan) nomor telepon milik dua orang kepala sekolah byang diperiksanya. Adapun tujuannya untuk mengambil data percakapan. Adapun nomor telepon Kedua Kepsek yang dikloning tersebut, milik Eka Satria, yang merupakan Ketua PGRI Kabupaten Inhu dan Raja Syaiful.

Diketahui, kedua orang tersebut merupakan orang yang diminta oleh oknum jaksa yang diduga melakukan melakukan pemerasan sebagai pengepul uang setoran dari para Kepsek lainnya.

"Selain kloning nomor telepon kedua orang itu, tim KPK juga menyita tas yang digunakan untuk membawa uang yang hendak diserahkan ke oknum jaksa itu. Lalu ada juga foto uang yang disetorkan (ke oknum jaksa) diambil sebagai barang bukti," terang Taufik.

Sementara itu, Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri SH MH saat dikonfirmasi mengenai pemeriksaan terhadap 63 kepala sekolah itu, belum memberikan jawabannya.

Sebagai informasi, dalam pemberitaan sebelumnya, sebanyak 5 orang oknum jaksa yang diduga melakukan pemerasan di Kejari Inhu, terancam diberi sanksi disiplin. Sanksi disiplin yang diusulkan itu kategori berat.

Sanksi itu diusulkan oleh Kejati Riau kepada Kejaksaan Agung (Kejagung). Hal tersebut menyusul telah selesainya tahapan Inspeksi kasus yang dilakukan tim dari Bidang Pengawasan Kejati Riau.

Inspeksi Kasus itu dilakukan terkait dugaan pemerasan dan intimidasi yang dilakukan oknum jaksa Kejari Inhu, terhadap para Kepsek di Kabupaten setempat. Dugaan pemerasan dan intimidasi yang disebut-sebut menyoal pengelolaan dana BOS itu, berujung pada mundurnya 63 orang Kepsek SMP dari jabatannya.

Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto SH MH, menjelaskan, kasus itu langsung menjadi atensi, pasca mencuat ke publik lewat sejumlah pemberitaan. Tim Pengawasan Kejati Riau, melakukan pemanggilan para pihak terkait.

"Ada indikasi pelanggaran peraturan perundang-undangan, ditingkatkan Inspeksi Kasus. Kita memanggil para pihak, mulai dari 63 Kepsek, kemudian Dinas Pendidikan (Inhu), Inspektorat Kabupaten Inhu, kemudian keterangan pihak terlapor, satpam dan beberapa pegawai di lingkungan Kejari Inhu," ucap Raharjo, Senin (3/8) lalu.

Selain itu kata Raharjo, pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang pertama kali melaporkan perihal permasalahan pengelolaan dana BOS ke Kejari Inhu, juga dimintai keterangan. LSM yang dimaksud bernama Tipikor Nusantara.

Raharjo menerangkan, hasil dari Inspeksi Kasus tersebut, sudah dilaporkan kepada pimpinan di Kejagung. "Kita mengusulkan hukuman disiplin tingkat berat, namun selanjutnya tindakan apa yang akan diambil bapak Jaksa Agung, ya kita tunggu petunjuk pimpinan. Kita hanya mengusulkan," terangnya.

Sesuai PP 53 Tahun 2010, kata Raharjo, terkait pemberian sanksi, ada 3 kategori. Yaitu ringan, sedang, dan berat. Sanksi kategori ringan, bisa berupa teguran lisan, pernyataan tidak puas secara tertulis, dan teguran tertulis. Sementara untuk sanksi kategori sedang, bisa berupa penundaan kenaikan pangkat dan penundaan gaji berkala. 

"Kalau berat, bisa diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS, dicopot jabatannya, atau diberhentikan dengan hormat sebagai PNS. Bagaimana nanti, kita lihat perkembangan sesuai petunjuk pimpinan di Kejagung," ujarnya. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar