Industri

New Normal, Industri Sawit Terapkan Protokol Ketat

JAKARTA - Memasuki era baru tatanan sosial kehidupan masyarakat Indonesia dalam menghadapi pandemi COVID-19, industri kelapa sawit turut menyongsong “new normal” dengan menerapkan protokol ketat di seluruh lini bisnis perkebunan kelapa sawit.

“Dukungan teknologi dan inovasi pada industri kelapa sawit sangat diperlukan untuk penataan baru dalam sistem management, baik ada pandemi maupun tidak adanya pandemi. Menghadapi pandemi COVID-19, digitalisasi bisa meminimalisir kontak serta meningkatkan efisiensi tenaga kerja,” ungkap Kacuk Sumarto, Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pada webminar yang dilaksanakan oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dengan tema “New Normal Perkebunan Sawit Pasca Pandemi COVID-19” via zoom pada Selasa, (02/06/20).

Pandemi berkepanjangan mengancam kesehatan, ekonomi bahkan sosial masyarakat, sementara industri kelapa sawit tetap berjalan normal dikarenakan menjadi sebuah kebutuhan utama sebagai minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi secara global. Digitalisasi menjadi solusi yang dilakukan pelaku bisnis untuk tetap menjalankan kegiatan operasional perkebunan dengan normal.

“Protokol kesehatan menjadi aspek utama dalam menghadapi pandemi COVID-19. Sementara, mekanisasi yang didukung dengan innovasi dan teknologi bisa menjadi pilihan untuk meminimalkan kontak  sumber daya manusia sehingga terjadi efisiensi penggunaan tenaga kerja,” tambah Dr. Winarma, Peneliti Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Winarma menuturkan pentingnya penyesuaian sistem dan norma yang diimplementasikan mulai dari proses pembibitan, perawatan hingga panen. Ia mengklasifikasikan hal yang dapat diterapkan dalam operasional kebun diantaranya pertama, menetapkan ancak tetap bagi setiap tenaga kerja sehingga mengurangi kontak dan mobilisasi tenaga kerja dalam proses operasional. Kedua, norma pemeliharaan sistem panen menggunakan sistem rotasi.

Ketiga, tenaga kerja harus dilengkapi dengan alat pelindung diri serta peralatan kerja masing-masing dan tidak saling bertukar alat. Keempat, menerapkan mekanisasi pupuk sehingga dapat mengurangi tenaga kerja. Serta menerapkan “smart farming” yang didukung oleh innovasi dan teknologi seperti mekanisasi pemeliharaan, pemupukan serta panen. Pemetaan, monitoring serta analisa visual dapat memanfaatkan inovasi digital yang mendukung mekanisasi yang terintegrasi.*


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar