Gelar RDP Sawit

Komisi IV DPR Usulkan Pembentukan Panja Dan Penyelesaian Sawit dalam Kawasan Hutan

JAKARTA - Hampir 5 jam lamanya, Komisi IV DPR mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan Dirjen Perkebunan, GAPKI, APKASINDO dan ASPEK PIR yang membahas pengembangan usaha kelapa sawit. Pertemuan ini menghasilkan 8 point keputusan untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah.

Presentasi Kasdi Subagyono, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian RI mengawali RDP yang dimulai jam 15.00 di Gedung Nusantara DPR RI, Senin (25 November 2019). Ia memaparkan delapan tantangan industri sawit untuk  memajukan sektor ini; pertama mengenai rendahnya produktvitas minyak sawit yang baru di kisaran 3,6 ton/ha/tahun sedangkan potensi sebesar 5-6 ton/ha/tahun.

Kedua, kebutuhan harmonisasi satu data dan pemetaan. Ketiga, terdapat indikasi kurang lebih kebun sawit sekitar 3 juta hektar berada di dalam kawasan hutan/KHG. Keempat adalah persoalan legalitas dan perizinan, karena ada disharmonisasi peraturan atau Kementerian dan lembaga terkait baik di pusat maupun daera. Kelima, gangguan dan konflik usaha antara perusahaan besar swasta/negeri dengan  perkebunan rakyat. Keenam yaitu kerusakan lingkungan dan kebakaran. Ketuju,  masalah kampanye negatif yang dilakukan Uni Eropa. Tantangan terakhir upaya hilirisasi produk turunan sawit.

Berikutnya adalah Joko Supriyono, Ketua Umum GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) menjelaskan bahwa Indonesia dapat mengambil peluang untuk mengisi kebutuhan minyak nabati di pasar global. Produksi minyak sawit tumbuh 34,5%. Sementara itu, permintaan tumbuh 35,9% yang berarti demand akan minyak nabati sangat kuat di masa mendatang.

"Kami juga minta kepastian hukum dalam berinvestasi, ini sangat penting. Salah satunya masalah tumpang tindih kebun sawit di kawasan hutan, ini permasalahan krusial sudah puluhan tahun tidak ada solusi konkrit. Sampai hari ini tidak ada penyelesaian baik perkebunan swasta, apalagi untuk rakyat," ujarnya.

Joko menuturkan masalah ketidakpastian dengan tumpang tindih lahan mengakibatkan sertifikasi ISPO terhambat. Dampaknya masalah sustainability berpeluang tidak tercapai. "Masalah ini akan mempersulit perjuangan melawan kampanye negatif di pasar global, "ujarnya.

Kalangan petani sawit yang diwakili Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) meminta dukungan Komisi IV DPR RI supaya petani tidak diwajibkan sertifikasi dalam Perpres ISPO."Kami minta petani tidak wajib ISPO dalam R-Perpres tersebut sebelum masalah legalitas kebun petani sawit diselesaikan. Karena persyaratan pertama sertifikasi ISPO adalah legalitas lahan. Sementara, hampir 50% Petani sawit berjibagu dengan persoalan sawit dalam kawasan hutan, dan yang anehnya banyak yang bertukar warna tanpa sepengetahuan kami Petani, "ujar Gulat Manurung, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO).  

Lanjutnya, dia sangat memahami kemana arahnya memaksakan Petani wajib memiliki Sertifikasi ISPO, ini jebakan buat Petani Sawit, nanti negara juga yang susah kalau Petani pada Bangkrut dan miskin.

Dalam persentase DPP APKASINDO dihadapan Komisi IV DPR RI, Gulat menyampaikan tidak optimalnya dana pungutan yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP-KS) Sawit untuk kegiatan petani seperti Peremajaan, pelatihan SDM, dan sarana prasarana. Padahal, dana pungutan ini juga berdampak kepada harga TBS sawit yang diterima petani.

"Dari hasil perhitungan kami Apkasindo, bahwa setiap pungutan 50 USD/Ton CPO tujuan Eksport maka akan mengurangi harga TBS yang diterima Petani sebesar Rp.92-Rp.110/kg TBS. Jadi sewajarnya Petani berharap banyak dengan dana Pungutan yang dikelola BPDP-KS tersebut. Seperti Penolakan  BPDP-KS atas Permohonan Apkasindo Papua Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Selatan untuk Pelatihan Petani meningkatkan SDM Petani sawit menuju GAP dan berkelanjutan, ini sangat membuat kami Petani sedih." jelasnya.

Disaat Harga Sawit saat ini sangat baik, maka disaat yang sama pulak Produksi TBS kami menurun drastis, karena saat harga sawit jelek tahun 2016-2018 sampai awal Oktober 2019 kami Petani praktis tidak memupuk karena tidak mampu membeli pupuk, bayar uang sekolah anak saja kami kesulitan, mau pinjam uang ke Bank tidak bisa karena sawit kami dalam kawasan hutan, yang berakibat seperti saat ini, produksi anjlok, jadi kami hanya bisa menonton sambil mengelus dada saat harga TBS yang baik seperti saat ini, ujar Gulat dengan wajah sedih.

PSR setelah Pak Dirjen Kasdi, memang sangat diapresiasi oleh Apkasindo, karena percepatannya sangat luar biasa karena pemangkasan syarat administrasi yang cukup signifikan dan jemput bola sampai ke level Petani Swadaya, bahkan sekarang menjadi terbalik, justru Petani yang susah diajak ikut Program
PSR.

Perwakilan petani dari ASPEKPIR, Sutoyo senada dengan Gulat Manurung. Ia mengakui petani kesulitan mendapatkan dana pungutan BPDPD untuk kegiatan mereka. "Mohon ini menjadi perhatian (Komisi IV), sudah 2 tahun kami ketinggalan informasi dan pelatihan, sama sekali BPDPKS tidak perduli" jelasnya.

Daniel Johan, Wakil Ketua Komisi IV DPR R, mengkritik kinerja BPDP-KS yang tidak memberikan perhatian kepada program strategis seperti Peremajaan Sawit Rakyat dan peningkatan SDM Petani.

"BPDP kerjanya apa? Jangan sebatas mungut saja. Perhatikan juga program strategis terkhusus 41% Petani Sawit," ujarnya.

Daniel juga mengusulkan kepada Komisi IV DPR RI supaya jajaran direksi BPDP-KS dipanggil dalam rangka menyampaikan capaian kinerjanya selama ini. "Saya minta BPDP dipanggil segera ke Komisi IV," tegas Daniel.

Diakhir acara RDP, Apkasindo mengusulkan kepada DPR RI, supaya mempertimbangkan Kelapa Sawit dipimpin oleh seorang Dirjend, namanya Dirjen Kelapa Sawit, karena selama ini Dirjen mengurusi kurang lebih 127 jenis tanaman Perkebunan, lalu ada Direktur yang membawahi tanaman perkebunan, dibawah direktur baru ada Kasubdit, yang salah satunya sawit, nah sawit ini hanya dipimpin seorang Kasubdit Sawit (eselon 3). Jadi rentang koordinasinya sangat jauh, padahal sawit penghasil 267 T Devisa Negara, terbesar dari seluruh penyumbang Devisa Negara RI.

Rapat diakhiri dengan penyusunan 8 kesimpulan sebagai tindak lanjut kepada pemerintah. Pertama, Komisi IV DPR RI mendorong Kementerian Pertanian, Perusahaan Kelapa Sawit, dan Asosiasi Petani Kelapa Sawit untuk melakukan penguatan koordinasi dalam menyelesaikan persoalan, tata kelola, serta potensi pasar sawit domestik dan Internasional.

Kedua, Komisi IV DPR RI mendorong Pemerintah untuk segera melakukan sinkronisasi regulasi dan data komoditas perkebunan kelapa sawit secara akurat dan transparan dari hulu hingga hilir.

Ketiga, Komisi IV DPR RI mendorong Pemerintah segera menyelesaikan persoalan perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan.

Keempat, Komisi IV DPR RI mendorong Pemerintah untuk segera mencari solusi terkait percepatan realisasi penyaluran pendanaan program peremajaan sawit rakyat (PSR).

Kelima, Komisi IV DPR RI mendorong Pemerintah untuk mempromosikan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) System kepada seluruh stakeholder dalam rangka mengatasi image negatif tentang kelapa sawit.

Keenam, Komisi IV DPR RI menerima usulan dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) dan Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR Perkebunan (ASPEK PIR) terkait dengan dukungan peremajaan sawit rakyat, peningkatan SDM, sarana prasarana, riset, dan promosi. Selanjutnya, Komisi IV DPR RI akan melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian Pertanian dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) membahas dukungan anggaran untuk pengembangan kelapa sawit rakyat.

Ketujuh, Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian untuk menyerahkan data dan peta kawasan perkebunan kelapa sawit baik dari Perkebunan Rakyat, Perusahaan Perkebunan Swasta, maupun Perusahaan Perkebunan Negara.

Kedelapan yaitu Komisi IV DPR RI akan membentuk Panitia Kerja (Panja) tentang kelapa sawit.
26 Nov 2019. (rls)

AKARTA - Hampir 5 jam lamanya, Komisi IV DPR mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan Dirjen Perkebunan, GAPKI, APKASINDO dan ASPEK PIR yang membahas pengembangan usaha kelapa sawit. Pertemuan ini menghasilkan 8 point keputusan untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah.

Presentasi Kasdi Subagyono, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian RI mengawali RDP yang dimulai jam 15.00 di Gedung Nusantara DPR RI, Senin (25 November 2019). Ia memaparkan delapan tantangan industri sawit untuk  memajukan sektor ini; pertama mengenai rendahnya produktvitas minyak sawit yang baru di kisaran 3,6 ton/ha/tahun sedangkan potensi sebesar 5-6 ton/ha/tahun.

Kedua, kebutuhan harmonisasi satu data dan pemetaan. Ketiga, terdapat indikasi kurang lebih kebun sawit sekitar 3 juta hektar berada di dalam kawasan hutan/KHG. Keempat adalah persoalan legalitas dan perizinan, karena ada disharmonisasi peraturan atau Kementerian dan lembaga terkait baik di pusat maupun daera. Kelima, gangguan dan konflik usaha antara perusahaan besar swasta/negeri dengan  perkebunan rakyat. Keenam yaitu kerusakan lingkungan dan kebakaran. Ketuju,  masalah kampanye negatif yang dilakukan Uni Eropa. Tantangan terakhir upaya hilirisasi produk turunan sawit.

Berikutnya adalah Joko Supriyono, Ketua Umum GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) menjelaskan bahwa Indonesia dapat mengambil peluang untuk mengisi kebutuhan minyak nabati di pasar global. Produksi minyak sawit tumbuh 34,5%. Sementara itu, permintaan tumbuh 35,9% yang berarti demand akan minyak nabati sangat kuat di masa mendatang.

"Kami juga minta kepastian hukum dalam berinvestasi, ini sangat penting. Salah satunya masalah tumpang tindih kebun sawit di kawasan hutan, ini permasalahan krusial sudah puluhan tahun tidak ada solusi konkrit. Sampai hari ini tidak ada penyelesaian baik perkebunan swasta, apalagi untuk rakyat," ujarnya.

Joko menuturkan masalah ketidakpastian dengan tumpang tindih lahan mengakibatkan sertifikasi ISPO terhambat. Dampaknya masalah sustainability berpeluang tidak tercapai. "Masalah ini akan mempersulit perjuangan melawan kampanye negatif di pasar global, "ujarnya.

Kalangan petani sawit yang diwakili Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) meminta dukungan Komisi IV DPR RI supaya petani tidak diwajibkan sertifikasi dalam Perpres ISPO."Kami minta petani tidak wajib ISPO dalam R-Perpres tersebut sebelum masalah legalitas kebun petani sawit diselesaikan. Karena persyaratan pertama sertifikasi ISPO adalah legalitas lahan. Sementara, hampir 50% Petani sawit berjibagu dengan persoalan sawit dalam kawasan hutan, dan yang anehnya banyak yang bertukar warna tanpa sepengetahuan kami Petani, "ujar Gulat Manurung, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO).  

Lanjutnya, dia sangat memahami kemana arahnya memaksakan Petani wajib memiliki Sertifikasi ISPO, ini jebakan buat Petani Sawit, nanti negara juga yang susah kalau Petani pada Bangkrut dan miskin.

Dalam persentase DPP APKASINDO dihadapan Komisi IV DPR RI, Gulat menyampaikan tidak optimalnya dana pungutan yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP-KS) Sawit untuk kegiatan petani seperti Peremajaan, pelatihan SDM, dan sarana prasarana. Padahal, dana pungutan ini juga berdampak kepada harga TBS sawit yang diterima petani.

"Dari hasil perhitungan kami Apkasindo, bahwa setiap pungutan 50 USD/Ton CPO tujuan Eksport maka akan mengurangi harga TBS yang diterima Petani sebesar Rp.92-Rp.110/kg TBS. Jadi sewajarnya Petani berharap banyak dengan dana Pungutan yang dikelola BPDP-KS tersebut. Seperti Penolakan  BPDP-KS atas Permohonan Apkasindo Papua Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Selatan untuk Pelatihan Petani meningkatkan SDM Petani sawit menuju GAP dan berkelanjutan, ini sangat membuat kami Petani sedih." jelasnya.

Disaat Harga Sawit saat ini sangat baik, maka disaat yang sama pulak Produksi TBS kami menurun drastis, karena saat harga sawit jelek tahun 2016-2018 sampai awal Oktober 2019 kami Petani praktis tidak memupuk karena tidak mampu membeli pupuk, bayar uang sekolah anak saja kami kesulitan, mau pinjam uang ke Bank tidak bisa karena sawit kami dalam kawasan hutan, yang berakibat seperti saat ini, produksi anjlok, jadi kami hanya bisa menonton sambil mengelus dada saat harga TBS yang baik seperti saat ini, ujar Gulat dengan wajah sedih.

PSR setelah Pak Dirjen Kasdi, memang sangat diapresiasi oleh Apkasindo, karena percepatannya sangat luar biasa karena pemangkasan syarat administrasi yang cukup signifikan dan jemput bola sampai ke level Petani Swadaya, bahkan sekarang menjadi terbalik, justru Petani yang susah diajak ikut Program
PSR.

Perwakilan petani dari ASPEKPIR, Sutoyo senada dengan Gulat Manurung. Ia mengakui petani kesulitan mendapatkan dana pungutan BPDPD untuk kegiatan mereka. "Mohon ini menjadi perhatian (Komisi IV), sudah 2 tahun kami ketinggalan informasi dan pelatihan, sama sekali BPDPKS tidak perduli" jelasnya.

Daniel Johan, Wakil Ketua Komisi IV DPR R, mengkritik kinerja BPDP-KS yang tidak memberikan perhatian kepada program strategis seperti Peremajaan Sawit Rakyat dan peningkatan SDM Petani.

"BPDP kerjanya apa? Jangan sebatas mungut saja. Perhatikan juga program strategis terkhusus 41% Petani Sawit," ujarnya.

Daniel juga mengusulkan kepada Komisi IV DPR RI supaya jajaran direksi BPDP-KS dipanggil dalam rangka menyampaikan capaian kinerjanya selama ini. "Saya minta BPDP dipanggil segera ke Komisi IV," tegas Daniel.

Diakhir acara RDP, Apkasindo mengusulkan kepada DPR RI, supaya mempertimbangkan Kelapa Sawit dipimpin oleh seorang Dirjend, namanya Dirjen Kelapa Sawit, karena selama ini Dirjen mengurusi kurang lebih 127 jenis tanaman Perkebunan, lalu ada Direktur yang membawahi tanaman perkebunan, dibawah direktur baru ada Kasubdit, yang salah satunya sawit, nah sawit ini hanya dipimpin seorang Kasubdit Sawit (eselon 3). Jadi rentang koordinasinya sangat jauh, padahal sawit penghasil 267 T Devisa Negara, terbesar dari seluruh penyumbang Devisa Negara RI.

Rapat diakhiri dengan penyusunan 8 kesimpulan sebagai tindak lanjut kepada pemerintah. Pertama, Komisi IV DPR RI mendorong Kementerian Pertanian, Perusahaan Kelapa Sawit, dan Asosiasi Petani Kelapa Sawit untuk melakukan penguatan koordinasi dalam menyelesaikan persoalan, tata kelola, serta potensi pasar sawit domestik dan Internasional.

Kedua, Komisi IV DPR RI mendorong Pemerintah untuk segera melakukan sinkronisasi regulasi dan data komoditas perkebunan kelapa sawit secara akurat dan transparan dari hulu hingga hilir.

Ketiga, Komisi IV DPR RI mendorong Pemerintah segera menyelesaikan persoalan perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan.

Keempat, Komisi IV DPR RI mendorong Pemerintah untuk segera mencari solusi terkait percepatan realisasi penyaluran pendanaan program peremajaan sawit rakyat (PSR).

Kelima, Komisi IV DPR RI mendorong Pemerintah untuk mempromosikan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) System kepada seluruh stakeholder dalam rangka mengatasi image negatif tentang kelapa sawit.

Keenam, Komisi IV DPR RI menerima usulan dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) dan Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR Perkebunan (ASPEK PIR) terkait dengan dukungan peremajaan sawit rakyat, peningkatan SDM, sarana prasarana, riset, dan promosi. Selanjutnya, Komisi IV DPR RI akan melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian Pertanian dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) membahas dukungan anggaran untuk pengembangan kelapa sawit rakyat.

Ketujuh, Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian untuk menyerahkan data dan peta kawasan perkebunan kelapa sawit baik dari Perkebunan Rakyat, Perusahaan Perkebunan Swasta, maupun Perusahaan Perkebunan Negara.

Kedelapan yaitu Komisi IV DPR RI akan membentuk Panitia Kerja (Panja) tentang kelapa sawit.
26 Nov 2019. (rls)

 


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar