Ekonomi

Minyak Sawit Penekan Impor Migas

Kelapa sawit. (Int)

Sawitku Sayang, Sawitku Semakin Tertantang. Kiasan ini cukup tepat untuk mewakili perjalanan industri kelapa sawit Indonesia. 

Industri yang notabene menjadi salah satu mesin penghasil devisa terbesar bagi Indonesia. Memang mayoritas dari minyak sawit yang diproduksi di Indonesia diekspor, namun karena populasi Indonesia yang terus tumbuh dan dukungan dari pemerintah untuk program biodiesel, permintaan minyak sawit domestik di Indonesia juga terus berkembang pesat. 

Tahun 2018, ekspor minyak sawit Indonesia secara keseluruhan (CPO dan produksi turunannya, biodiesel dan oleochemical) mengalami kenaikkan sebesar 8 persen atau dari 32,18 juta ton pada tahun 2017 meningkat menjadi 34,71 juta ton di tahun 2018. 

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan Indonesia bisa memproduksi paling tidak 40 juta ton kelapa sawit per tahun mulai dari tahun 2020. Dalam hal pertanian, minyak sawit merupakan industri terpenting di Indonesia yang menyumbang 1,5-2,5 persen terhadap total produk domestik bruto (PDB). 

Tidak dapat dipungkiri, prospek industri kelapa sawit semakin cerah, baik di pasar dalam negeri maupun pasar dunia. Di dalam negeri, kebijakan pemerintah mengembangkan bahan bakar nabati (BBN) sebagai alternatif bahan bakar minyak (BBM) memberi peluang yang besar bagi industri sawit untuk berkembang. Sejak September 2018, pemerintah menggalakkan kebijakan B20, yakni mencampur 20 persen sawit dalam bahan bakar diesel. 

Menurut data Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di empat bulan pertama sejak kebijakan ini ditetapkan, B20 bisa menekan impor migas hingga US$937,84 juta atau setara Rp13 triliun. Penerapan program B20 juga akan memberikan nilai tambah bagi CPO. Permintaan domestik terhadap minyak sawit juga akan berdampak positif terhadap 17 juta orang yang berprofesi sebagai petani, pekebun, dan pekerja dalam industri kelapa sawit. Hal ini juga bisa meningkatkan posisi tawar minyak sawit Indonesia di pasar minyak nabati dunia. 

Penggunaan campuran minyak sawit dalam avtur juga akan mengurangi impor avtur dan akan membantu perbaikan defisit neraca dagang Indonesia. Namun disisi lain, kebijakan pengembangan BBN akan menghambat kinerja ekspor. Jika pertumbuhan sawit tidak mampu memenuhi target pengembangan BBN, dapat dipastikan alokasi untuk ekspor akan menjadi menurun. Akibatnya, harga minyak sawit (CPO) akan melejit naik dan menimbulkan dampak yang negatif bagi masyarakat. (Lin)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar