Ekonomi

Serapan FAME untuk B20 Diperkirakan Melebihi Target

Ilustrasi B20. (Int)

JAKARTA - Serapan kebutuhan unsur nabati atau fatty acid methyl ester (FAME) untuk biodiesel 20 persen (B20) hingga akhir tahun ini diperkirakan mencapai 6,6 juta kiloliter (KL) atau naik 6,5 persen dari perkiraan awal sebanyak 6,2 juta KL.

Hingga Agustus 2019, serapan produksi FAME telah mencapai kurang lebih 3,9 juta KL.

Adapun produksi FAME pada tahun 2014, yakni sebanyak 3,32 juta KL, 2015 1,62 juta KL, 2016 3,65 juta KL, 2017 3,41 juta KL, 2018 6,01 juta KL. Sementara, serapan FAME dalam negeri pada 2018 adalah sebesar 4,02 juta KL dengan penghematan devisa US$2,01 miliar atau Rp28,42 triliun.

Direktur Bioenergi Ditjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Andrian Feby Misna mengatakan permintaan bahan bakar memang fluktuatif dan tidak bisa diprediksi dengan tepat. Pada awalnya, prediksi dari badan usaha BBM akan ada permintaan sekitar 6,2 juta KL, tetapi ternyata ada kenaikan permintaan di masyarakat.

"Kan ada beberapa badan usaha atau BU BBM yang mengajukan tambahan, jadi ada demand yang meningkat," katanya.

Sementara itu, target produksi FAME untuk B30 ditargetkan sebanyak 9,6 juta KL dengan campuran solar sebanyak 30 juta. Menurutnya, dengan target 23 persen bauran energi pada 2025, penggunaan FAME diharapkan berada pada kisaran 13,8 juta KL. 

Penggunaan biodiesel sebenarnya telah dilakukan sejak 2006 dan diperkuat dengan adanya mandatori pada 2008. Besaran mandatori terus meningkat hingga lahir peraturan menteri baru pada 2015 yang mewajibkan mandatori B20 pada 2016.

"Terkait pemberlakukan B30, mau tidak mau Januari 2020 akan diterapkan," katanya.

Feby menilai majunya pengembangan biodiesel di Indonesia karena melimpahnya bahan baku, yakni kelapa sawit. Pada 2018 saja, produksi crude palm oil (CPO) mencapai 47,6 juta ton. 

Selain itu, upaya untuk menekan defisit neraca perdagangan juga menjadi faktor majunya pengembangan biodiesel di Indonesia.

"Sekarang masih impor 30 persen solar dan gasoline sekitar 50 persen," katanya.

Meskipun cukup berkembang, masih ada sejumlah tantangan dalam mengembangkan biodiesel di Indonesia, yakni perlunya stok jaminan keberlanjutan, kesiapan dari industri penunjang, insentif pendanaan yang masih bergantung pada BPDP-PKS, permasalahan infrastruktur, hingga kampanye negatif penggunaan biodiesel dari pihak luar. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar