Industri

Pengamat Pertanyakan Penetapan Baik dan Tidak Baik Perusahaan Sawit

Ilustrasi kelapa sawit. (Int)

JAKARTA - Pengamat hukum kehutanan dan lingkungan, DR Sadino mempertanyakan tolak ukur penetapan baik dan tidak baik untuk perusahaan perkebunan kelapa sawit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. 

Menurutnya, BPK seharusnya punya standar perkebunan yang baik sebelum menjustifikasi pernyataan yang bisa memicu kontroversi publik. Di sisi lain, BPK perlu memahami bahwa banyak regulasi terkait sawit yang tidak harmonis

“Ini yang pertama harus dibenahi dan bukan membuat pernyataan-pernyataan yang bisa memicu kontroversi. Jangankan swasta, perusahaan negara saja, bisa kacau balau jika regulasinya tidak konsisten,” kata Sadino.

BPK, lanjut Sadino perlu menjangkau semua regulasi dan tidak hanya menjadikan satu atau dua regulasi sebagai pijakan. “Pendapat BPK dengan mengkaji semua regulasi juga harus komprehensif agar tidak menimbulkan salah tafsir," katanya.

Menurutnya, Presiden Joko Widodo juga harus mengingatkan agar tidak semua instansi berkomentar dan membuat pernyataan yang bisa memicu sentimen negatif. Apalagi jika pernyataan itu diungkapkan pihak-pihak yang tidak memahami semua kebijakan.

”Apa jadinya dengan investasi dan tenaga kerja, jika banyak industri kolaps, hanya karena tidak ada kepastian berusaha dan semua pihak boleh berbicara semaunya,” sebutnya.

Sadino mengingatkan, tumpang tindih perizinan disebabkan regulasi yang berbeda-beda. Sebagai contoh, banyak kawasan yang dulunya ditetapkan sebagai budidaya dengan terbitnya regulasi baru tiba-tiba ditetapkan sebagai hutan lindung atau kawasan konservasi. “Ini polemik berkepanjangan yang tidak bisa digeneralisir sebagai kesalahan. Apalagi asumsinya hanya menggunakan sampling,” kata Sadino.

Sadino juga meragukan pernyataan BPK tentang 81 persen perkebunan sawit tidak melakukan tata kelola yang baik. “Kalau memang BPK menemukan adanya pelanggaran hingga 81 persen, kok baru sekarang diumumkan. Seharusnya, sejak awal laporkan saja kepada penegak hukum agar diselesaikan atau berkoordinasi dengan instansi yang berwenang untuk melakukan pembenahan,” kata Sadino.

Menurut Sadino, pernyataan BPK perlu disesalkan karena memberi tendensi negatif terhadap industri sawit di Indonesia. 

“Lengkap sudah penderitaan bangsa ini. Di luar negeri, kampanye hitam dan antisawit tidak pernah surut, sementara di dalam negeri, industri ini dipojokkan dengan pernyataan-pernyataan yang belum terklarifikasi benar akibat tumpang tindih regulasi," katanya.

Sadino menyarankan, pemerintah sebaiknya menunjuk institusi tertentu seperti Kementerian Pertanian dan sekretaris ISPO untuk memberikan pernyataan terkait perkebunan sawit. Persoalannya tidak semua institusi punya kapasitas dan kemampuan untuk menjelaskan dengan baik dan benar sehingga akan memperkeruh suasana. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar