Industri

PTPN III Jajaki Pengembangan Produk Biodiesel

Ilustrasi biodiesel. (Int)

JAKARTA - PT Perkebunan Nusantara III (Persero) (PTPN III), induk Holding BUMN Perkebunan tengah mengembangkan produk biodiesel seiring optimisme perusahaan terhadap prospek bisnis sektor ini ke depannya.

Direktur Keuangan PTPN III Mohammad Yudayat mengemukakan sejauh ini perusahaan memang belum memproduksi produk energi terbarukan berbahan dasar minyak sawit (CPO) tersebut. Namun kesepakatan dengan PT Pertamina (Persero) untuk pengembangan produk B20 dan B30 sendiri ia sebut telah terjalin lewat sebuah nota kesepahaman.

"Presiden sudah menggalakkan pemakaian green energy. Kami sudah ada nota kesepahaman dengan Pertamina untuk pengembangan biodiesel, B20, B30. Kerja sama dengan Pertamina baru tingkat MoU [Memorandum of Understanding]. Tapi dengan swasta seperti Wilmar, Sinar Mas, kami sudah pasok CPO-nya," kata Yudayat di Jakarta, Senin (19/8/2019).

Pengembangan produk biodiesel ini sendiri merupakan bagian dari ekspansi bisnis perseroan. Yudayat mengemukakan tahun ini PTPN III memperoleh izin untuk menghimpun dana sebesar Rp15 triliun dengan realisasi sekitar Rp9 triliun sampai saat ini. Terbaru, PTPN III menggandeng PT PNM Investment Management (PNM-IM) merilis surat utang syariah (sukuk) senilai Rp1 triliun yang bakal digunakan untuk penambahan modal kerja dan investasi.

"Pendanaan digunakan untuk investasi dan juga untuk ekspansi bisnis. Ada yang on farm untuk pekebun, ada yang untuk revitalisasi pabrik, revitalisasi. Untuk investasi ini dan ekspansi pembagiannya 50:50. Jadi masing-masing Rp500 miliar untuk investasi dan ekspansi," sambung Yudayat.

Yudayat menyebutkan pengembangan bisnis untuk sawit sendiri masih cukup prospektif meski harga di pasar global masih memperlihatkan tren penurunan. Sejauh ini, lebih dari 65 persen produksi CPO dari kebun perseroan masih dialokasikan untuk ekspor.

Senada dengan Yudayat, Direktur Utama PNM Investment Management Bambang Siswaji melihat kondisi pasar saat ini cenderung membaik. Ia pun optimistis emisi sukuk yang baru dirilis bakal diserap pasar menyusul tingginya respons dan minat yang telah masuk.

"Inilah yang mendukung kami [PNM] untuk mendukung pendanaan ini. Sawit merupakan salah satu penghasil devisa. Di sisi lain, saat ini kita tengah menghadapi defisit neraca perdagangan sehingga ekspor perlu didorong," kata Bambang.

Yudayat tak memungkiri jika pendapatan perseroan sempat tertekan pada semester I karena harga CPO yang rendah. Namun ia mengaku efek lebih dalam dari kondisi ini masih berada di bawah kendali menyusul perkiraan produksi yang akan naik pada 2019 ini.

"Kinerja dari sisi pendapatan kami memang agak tertekan karena harga turun. Tapi ini kan fluktuatif dan hal yang biasa. Kami rasa masih bisa dikendalikan bagaimana pencapaian kita tahun ini karena produktivitasnya naik," ujarnya. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar