Regulasi

Indonesia Fokus Garap Pasar Afrika, Mozambik Negara Pertama

JAKARTA- Pemerintah Indonesia menargetkan negosiasi perjanjian perdagangan preferensial (PTA) dengan sejumlah negara Afrika bisa diselesaikan tahun ini.

Guna memperlancar arus keluar-masuk barang dan jasa, negosiasi PTA antara Indonesia dan Mozambik, misalnya, telah dilakukan sebanyak dua kali putaran sejak April 2018 dan ditargetkan selesai pada pertengahan 2019.

Jika berhasil disepakati, Mozambik akan menjadi negara Afrika pertama yang memiliki PTA dengan Indonesia. Kedua negara tersebut akan mengatasi hambatan tarif mulai dari 25 persen untuk produk jadi dan 10 persen untuk produk setengah jadi.

Dalam negosiasi yang masih berjalan, Indonesia mengusulkan sekitar 100 produk untuk dibebaskan tarifnya, antara lain minyak sawit dan tekstil. "Perjanjian ini akan mendukung upaya diplomatik kami dalam hal membuka akses pasar dan investasi di Afrika," kata Direktur Kerja Sama Afrika Kemlu Daniel Tumpal Simanjuntak di Jakarta, Senin (21/1).

Selain Mozambik, Indonesia  sedang dalam proses pembahasan PTA dengan Tunisia. Namun, menurut Tumpal, diplomasi ekonomi tidak boleh disederhanakan untuk kerja sama perdagangan saja, seperti sejumlah perjanjian bisnis yang dicapai oleh Indonesia Eximbank dengan Bank Ekspor-Impor Afrika, serta Standard Chartered Bank dan Commerzbank dalam penyelenggaraan IAF 2018."Diplomasi ekonomi juga harus dapat menghasilkan sumber pendanaan baru dan investasi keluar," jelas Tumpal.

Pasalnya, kesepakatan bisnis tersebut menunjukkan bahwa kerja sama antara lembaga keuangan Indonesia dan mitranya dapat mulai terjalin. "Ini berarti bahwa jika ada proyek, pembiayaan tidak hanya berasal dari anggaran negara. Kami membuka jalan untuk mendapatkan pendanaan dari dana asing," kata Tumpal,

Data Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan Afrika sebagai kawasan dengan pertumbuhan tercepat kedua di dunia pada 2020.

Antara 2010-2015, pertumbuhan rata-rata PDB Afrika 3,3 persen, atau melemah dibandingkan 4,9 persen pada periode 2000-2008. Namun, menurut laporan "Lions on the move II: Realizing the potential of Africa's economies" yang dirilis McKinsey

Global Institute mengatakan, perlambatan ekonomi tersebut dipengaruhi penurunan harga minyak dan sejumlah negara yang terkena dampak kekacauan Arab Spring seperti Mesir, Libya, serta Tunisia..

Untuk seluruh Afrika, pertumbuhan sebenarnya dipercepat menjadi 4,4 persen pada 2010-2015 dari 4,1 persen pada 2000-2010. Selain itu, fundamental jangka panjang ekonominya cukup kuat, serta ada peluang pasar dan investasi yang besar.

Pertumbuhan di masa depan, kemungkinan akan didukung oleh faktor-faktor termasuk tingkat urbanisasi yang paling cepat di dunia. Dan pada tahun 2034, populasi usia kerja Afrika diperkirakan akan lebih besar daripada Tiongkok atau India. Menyadari berbagai potensi tersebut, Indonesia memutuskan untuk melanjutkan diplomasi ekonomi dengan meningkatkan kerja sama perdagangan maupun investasi.(tps)

 


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar