Lingkungan

LPPM IPB Bogor Rancang Aplikasi Rantai Pasok Sawit di Riau

PEKANBARU - Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit tengah merancang aplikasi sistem informasi penilaian kinerja dan penguatan kelembagaan rantai pasok kelapa sawit. Untuk ini studi kasusnya akan dilakukan di Provinsi Riau dan Jambi.

Untuk tahap awal LPPM IPB melakukan ekspos dengan difasilitasi Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Riau, Kamis 27 Desember 2018. Dalam kesempatan itu turut hadir dari dinas terkait perkebunan Provinsi Riau dan kabupaten/kota, petani dan pengusaha kelapa sawit.

Salah satu anggota Pelaksana Penelitian, Prof. Ir. Machfud mengungkapkan bahwa aplikasi ini merupakan integrasi dan kolaborasi aliran komoditas dari pemasok hingga konsumen akhir. Di sini akan ada aliran informasi dan komunikasi antar pelaku di sektor itu.

"Dengan ini misalnya saya atau di wilayah saya ada panen sawit sekian, lalu ada pabrik kelapa sawit butuhkan sekian ton. Ini sifatnya terbuka dan masing-masing akan saling tahu. Antar pelaku mengisi kontennya seperti kayak facebook masing-masing orang memberi informasi sehingga database makin lengkap," ungkapnya kepada sawitplus.co.

Tujuan aplikasi ini, lanjutnya agar kinerja menjadi efisien dan efektif. Efisien terkait dengan biayanya sehingga meningkatkan daya saing dan efektif adakah orientasinya pada pelanggan sehingga bisa memuaskan dalam waktu singkat.

Kepala Bidang Perkebunan Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan Riau, Vera Virgianti mengungkapkan bahwa di provinsi setempat terdapat 272 Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dan 75 diantaranya adalah yang tidak punya kebun. Untuk yang non kebun dia berharap ada regulasi yang memaksa PKS untuk hanya menerima tandan buah segar dari petani di sekitarnya saja.

"Sehingga tidak ada wisata TBS merusak jalan umum, padat lalu lintas tidak teratur, dan juga untuk tata kelola yang baik," ujarnya.

Sementara itu dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Riau dan perusahaan mendukung aplikasi ini. Karena hal-hal yang selama ini belum oasti bisa levih mendekati yang sebenarnya bahwa saat ini rantai pasok dari kebun swadaya ke PKS belim berjalan dengan baik.

"GAPKI memandang perlu aebuah sistem untuk mengukur kinerja rantai pasok, apa yang dibuat LPPM cukup relevan," kata Wakil Ketua GAPKI Riau, Rafmen.

Hanya saja, lanjutnya persoalan sekarang adalah luas data kebun swadaya belum ada yang pasti serta pemetaan juga belum berjalan. Sehingga bagaimana bisa membuat zonasi kemitraan kalau peta belum ada.

GAPKI menyarakan agar pemerintah desa diberdayakan untuk itu karena merekalah yang lebih tahu dan menguasai serta memahami perkebunan rakyat. Pasalnya mereka yang punya warga dan tahu yang punya sawit itu siapa saja agar pemetaan itu cepat seleaai.

Masalah lainnya, kata dia adalah kebun swadaya juga banyak di kawasan hutan dan belum ada solusinya sampai sekarang. Hal ini harus segera diselesaikan agar pabrik yang menampung tidak disalahkan menerima buah sawit dari kawasan hutan.

"Apalagi ada imbauan polisi agar pabrik tidak menerima buah dari yang ilegal, ini harus ada solusi agar kebun yang sudah ada mau diapakan tetutama yang sudah dimiliki masyarakat," pungkasnya.(bayu)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar