Lingkungan

Mebu Penghisap Darah (3) : Sok Tahu yang Membuat Ger-geran

Sehabis makan, saya dan para tetua adat duduk paling depan beralas tanah liat. Berhadapan dengan warga setempat yang duduk berhimpitan. Tetua adat memperkenalkan siapa saya, berasal darimana dan mau ngapain. Saya sangat suka. Mereka gampang akrab dan familiar.

Ketika tetua adat bicara panjang lebar mengenai saya, yang diterjemahkan pemandu dengan membisikkan artinya ke telinga saya, saya menyelanya dengan berkata : “He’eh” di akhir kalimatnya.

Sang tetua adat itu berhenti sebentar ketika mendengar suara saya. Tak lama dia meneruskan ceritanya lagi, yang di akhir kalimatnya kembali saya sahuti dengan kata-kata serupa.

Kali ini tetua adat itu tidak hanya berhenti berkata-kata. Dia tertawa ngakak, yang diikuti dengan tawa keras para wanita yang ada. Mereka terpingkal-pingkal, membuat saya kebingungan menangkapnya. Suku ini marah atau geli.

Saat itulah penerjemah saya mengartikan sahutan saya tadi. Di suku ini, he’eh terbilang jorok. Makna kata itu adalah berhubungan intim dengan lain jenis. Saya minta maaf, dan teringat kembali dengan Mebu. Saya bilang bahwa ucapan saya tadi tidak ada kaitan dengan Mebu.

Mendengar kata Mebu, semua tambah tergelak. Ternyata, Mebu itu adalah tanaman yang membuat bahagia perempuan suku ini. Dan Mebu pula yang membuat mereka celaka. Ya, itulah kalau merasa sok tahu. (Djoko Su’ud Sukahar/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar