Regulasi

Koalisi Masyarakat Sipil: Penegakan Hukum Harus Transparan dan Akuntabel

Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan Usman Hamid (ketiga kanan) Komnas HAM harus berperan aktif untuk mengurai perisitiwa kekerasan dan penyerangan ini sehingga terdapat fakta objektif. Foto: Ahmad Z.R

JAKARTA — Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan Usman Hamid menyesalkan belum adanya kemajuan berarti berupa identifikasi pelaku-pelaku di peristiwa perusakan Polsek Ciracas dan rumah warga pelaku pengeroyokan anggota TNI, baik dari proses pengusutan internal oleh TNI maupun pengusutan secara hukum oleh Polri.

Koalisi menilai indikasi kuat pelaku-pelaku penyerangan peristiwa tersebut merupakan anggota-anggota TNI. Pertama, peristiwa tersebut diduga kuat merupakan aksi pembalasan terhadap peristiwa sebelumnya yang terjadi di sebuah pertokoan bemama Arundina di bilangan Ciracas, Jakarta Timur beberapa waktu lalu.

Saat itu, seorang anggota TNI terlihat berselisih dan berkelahi dengan seorang juru parkir setempat setelah kepala anggota TNI itu terbentur sebuah motor yang tengah dipindahkan oleh sang juru parkir. Saat peristiwa itu pula, sejumlah warga sipil lain yang merupakan juru parkir setempat ikut terlibat dalam peristiwa perkelahian dua orang tersebut hingga akhirnya terlibat mengeroyok anggota TNI tersebut.

Menurut informasi di sekitar peristiwa penyerangan Mapolsek, terlihat bahwa para pelaku memang mempertanyakan apakah pihak kepolisian telah menindak pelaku pengeroyokan di atas. Saat berkumpul di area Mapolsek Ciracas, mereka cenderung memperlihatkan rasa tidak percaya dan tidak puas atas penjelasan kepolisian bahkan penjelasan pimpinan mereka sendiri yang saat itu mendatangi lokasi Mapolsek Ciracas dan mencoba menenangkan massa yang indikasi kuat adalah anggota TNI.

Koalisi menilai, kedua peristiwa tersebut tidak bisa dibenarkan dengan dalih dan alasan apapun. Tindakan tersebut merupakan tindakan yang melawan hukum. “Dalam negara hukum, tidak bisa dan tidak boleh ada tindakan main hakim sendiri apalagi jika hal itu dilakukan oleh aparat keamanan negara dan sampai melakukan serangan terhadap kantor instansi pemerintah,” kata dia.

Karena itu, Koalisi mendesak Polri untuk memproses hukum tindak kekerasan yang dialami anggota TNI pada 10 Desember 2018 dan penyerangan serta kekerasan terhadap rumah warga dan kantor Mapolsek pada 11 Desember 2018. "Proses hukum keduanya harus dilakukan secara objektif, proporsional dan mengedepankan prinsip dan norma hak asasi manusia (HAM)," ujarnya.

Mengenai tersangka pelaku dugaan pengeroyokan anggota TNI yang telah ditangkap oleh Polri tetap harus dilindungi hak-hak asasinya, tidak disiksa, maupun dilindungi integritas fisiknya dan potensi kekerasan yang bisa dilakukan aparat atau pihak lain yang ingin melakukan balas dendam.

Sementara itu, investigasi atas perusakan Mapolsek Ciracas harus dilakukan penuh oleh institusi kepolisian dan bila cukup bukti, para pelakunya harus diadili secara objektif dan berkeadilan. Proses hukum terhadap kasus ini penting dilakukan demi menjamin persamaan kedudukan dimata hukum.

"Koalisi menyayangkan bahwa hingga hari ini pihak kepolisian belum juga dapat mengumumkan identitas pelaku perusakan kantor Polsek Ciracas," ucapnya.

Menurut Koalisi, pemerintah dan DPR harus memastikan bahwa proses hukum kepolisian tak menemui hambatan struktural yang biasa ditemui dalam sistem peradilan di Indonesia. Dalam praktiknya, hambatan tersebut adalah UU Peradilan Militer yang sering ditafsirkan sepihak bahwa seluruh kejahatan baik bersifat militer maupun non-militer yang dilakukan anggota TNl hanya dapat ditangani oleh sistem peradilan militer.

"UU No. 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah memandatkan pemerintah dan DPR untuk membuat revisi dengan tujuan untuk memastikan bahwa anggota TNI tunduk pada yurisdiksi peradilan umum jika melakukan tindak pidana umum," ujarnya.

Selama ini telah ada berbagai desakan agar tindak pidana non-militer yang diduga dilakukan oleh anggota TNI dibawa ke peradilan umum. Namun hingga hari ini belum ada lagi inisiatif kembali dari pemerintah dan DPR untuk melakukan amandemen.

Koalisi mendesak Polri dan TNI bersikap transparan dun akuntabel dalam mengusut kejadian ini. Pengungkapan dan penegakan hukum hingga tuntas atas peristiwa ini penting demi rasa keadilan umum dan memastikan agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi di masa datang.

"Kami juga mendesak Komnas HAM harus berperan aktif untuk mengurai perisitiwa kekerasan dan penyerangan ini sehingga terdapat fakta objektif yang menggambarkan kasus ini, apalagi jika melihat kasus perusakan juga dilakukan pada rumah warga. Demi memastikan rasa aman, masyarakat Komnas HAM perlu berperan aktlf memantau dan menginvestigasi kasus ini," tandasnya.(rencongpost.com)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar