Humaniora

Tragedi Setan (71) : Iblis Itu Simbol Monoteis Sejati?

Sebagaiman yang telah ditunjukkan sebelumnya, Ibnu Ghanim telah menyinggung tema konsep Al-Hallaj dalam Taflis Iblis, tetapi dalam konteks yang pada dasarnya berbeda.

Dalam penjelasan Ibnu Ghanim, percakapan tragis Iblis tidakdapat dipisahkan dari keyakinannya pada keburukan sifat Iblis. Sebaliknya Al-Hallaj melihat Iblis maupun Muhammad sebagaikarakter yang sangat penting dalam mengungkapkan perbuatan Allah. Keduanya adalah instrumen yang taat, yang ketaatannya sangat teguh, meskipun masing-masing mengalami perubahan yang berbeda.

Iblis diperintahkan, "Sujudlah!" dan Muhammad diperintahkan, "Pandanglah!" Tetapi Iblis tidak bersujud dan Muhammad tidak memandang. Dia tidak mengalihkan pandangannya ke kiri atau ke kanan. "Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya." (Al-Qur'an 53:17)

Kesetiaan terhadap kehendak Allah dalam pandangan Al-Hallaj telah menghubungkan Iblis dan Muhammad. Tidak satupun yang menyimpang dari apa yang telah ditetapkan untuk mereka, walaupun masing-masing memberikan reaksi yang berbeda ketika menghampiri amr Allah.

Iblis bersandar kembali kepada sumber daya kekuatan sendiri dan kesempurnaan spiritual yang telah dia dapatkan sepanjang beratus-ratus tahun ibadahnya yang taat, sedangkan Muhammad telah dikuasai oleh kesadaran akan kemakhlukannya sendiri dan kekuasaan Allah yang begitu besar.

Al-Hallaj tidak menganggap kepentingan moral dari perbedaan antar reaksi-reaksi Iblis dan Muhammad; namun Al-Baqli menggunakan sebagai suatu kesempatan untuk menegaskan kembali pengutukan Iblis yang didasarkan pada keasyikannya dengan kekuasaan.

Keasyikan ini, menurut pendapat Al-Baqli, telah menjadikan Iblis buta terhadap sifat Adam yang sebenarnya, dan karena itu telah meniadakan nilai ketaatan dan pengajaran Iblis sebelumnya.

Meskipun demikian, Iblis oleh Al-Hallaj dipilih karena dua sifat yang sangat menonjol, pengajarannya dan ketaatannya yang tulus-iklas. Dia juga, dalam pandangan Al-Hallaj, merupakan model spiritual bagi semua orang Muslim. Karena dia, secara lebih sempurna dari makhluk lain mana pun, telah menyaksikan Keesaan Allah, sekalipun dengan mengakibatkan kerusakan dirinya.

Tak ada monotheis seperti Iblis di antara para penghuni langit. Ketika esensi memperlihatkan dirinya kepada Iblis dalam kemuliaan yang mempesona, dia, sekalipun hanya sekilas, telah meninggalkan dan hanya menyembah Allah dalam keterasingan.

Allah berkata kepadanya,"Sujudlah!" Dia menjawab,"Tidak kepada yang lain!"

Allah berkata kepadanya,"Sekalipun jika kutukanku Aku berikan kepadamu?"

Dia menjawab dengan tegas,"Tidak kepada yang lain!"

"Penolakanku adalah tangisan,'MahaSuci Engkau!"

Alasanku adalah kegilaan, kegilaan terhadap Engkau. Apakah Adam itu, selain dari pada Engkau? Dan siapa Iblis yang mengasingkan dirinya dari yang lain ?"

Pernyataan Iblis yang berani ini sebagai monoteis yang sempurna telah menyinggung rasa susila Al-Baqli yang tidak memahami apa yang harus dilakukan untuk menemukan suatu interpretasi sederhana terhadap hal yang kelihatannya seperti bid'ah dari Al-Hallaj.

Al-Baqli terdorong untuk menyerang asumsi dasar Al-Hallaj yang menyatakan bahwa Iblis telah dihadapkan dengan suatu pilihan yang nyata antara menyembah kepada Allah atau kepada sesuatu "yang lain".

Benar-benar tak ada yang lainnya, Al-Baqli menegaskan; itu adalah keadaan Iblis yang tertutp, yang telah menyebabkan pandangan ganda pada dirinya. Ketika dia sebagai seorang monoteis sejati, dia hanya akan memandang kemuliaan Allah dan mematuhi perintah Yang Maha Kuasa. (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar