Humaniora

Tragedi Setan (67) : Iblis Itu Tragis dan Buruk

Apa tujuan akhir dari figur yang kompleks dan tragis ini, penggoda-pecinta yang terkutuk? Apa yang menjadi ketetapan akhir terhadapnya?

Seperti yang akan diperjelas dalam bagian ini, lebih dari satu keputusan yang diberikan oleh orang-orang mistik Sufi. Namun di antara ahli-ahli yang telah mendiskusikan sejauh ini, hampir ada kebulatan suara : meskipun kemuliaan batin dari karakternya yang tragis, Iblis pada dasarnya merupakan suatu figur buruk dan berhati dengki.

Kekuasaannya dan kemuliaan sebelumnya telah sedemikian buruk sehingga dia secara aktif merencanakan kerusakan kepada manusia, dengan menggunakan cara apapun yang ada, bahkan dengan cara-cara yang baik. Dia bagaimanan pun juga harus dihindari. Dan kewaspadaan terhadapnya harus senantiasa tetap dilakukan dan tiada henti-hentinya.

Pernyataan ini telah mewarnai sebagian besar pemikiran Sufi dan membuat teori tentang sikap mendua yang terwujud dengan sendirinya dalam sejarah kehidupan diri Iblis. Dalam pikiran-pikiran para penulis spiritual ini, sikap yang mendua tersebut tidak cukup menjadi alasan untuk menghidupkan harapan akan ampunan dirinya menuju kebahagiaan ilahi.

Sebagamana yang dijelaskan oleh Rumi, karena dosa Iblis merupakan bagian pembawaan lahir dari wujudnya, maka tak ada harapan akan rasa sesal baginya.

Sari As-Saqati menegaskan pendapat ini, yang menyetakan, dosa kesombongan seperti dosa Iblis ini benar-benar berbeda seluruhnya dari dosa-dosa nafsu biasa yang segera dilupakan. Bahkan permohonan seorang spiritual yang telah mencapai kesempurnaan batin pun tidak berarti apa-apa. Keputusan terhadap Iblis tidak dapat ditarik kembali.

'Attar menceritakan sebuah kejadian dalam kehidupan Al-Bistami ketika dia mencari-cari Allah dalam kegairahan mistik. Sebuah suara dari alam Ketuhanan menanyakan tentang anugerah apa yang dia cari. Dia menjawab bahwa sama sekali tidak ada sesuatu apa pun yang dia butuhkan. "Aku hanya menginginkan Engkau, Ya Allah, dan tidak yang lainnya. "

Suara itu bersikeras, dan Al-Bistami memenuhinya dengan meminta agar Allah memberikan kemurahan hati-Nya kepada semua makhluk hidup. Allah mengabulkan keinginan di luar apa yang diharapkan Al-Bistami.

Kemudian aku merasa hening. Setelah beberapa saat aku berkata,"Berikanlah kemurahan hati kepada Iblis!"

Dia menjawab,"Engkau telah mengatakannya dengan congkak, diamlah ! Karena dia adalah tercipta dari api, dan wujud yang berapi berhak mendapat sesuatu yang panas seperti api. Berhati-hatilah bahwa engkau tidak akan membawa dirimu kepada tujuan ini, karena engkau akan mendapatkan api neraka apabila engkau tidak taat."

Demikian juga, adalah bodoh sekali jika mengharapkan pengampunan Iblis berdasarkan pada kemuliaan sebelumnya yang mungkin masih tersisa, atau pada ganjaran-ganjaran yang diperolehnya atas semua ibadah spiritual Iblis sebelumnya.

Al-Makki mengutuk pandangan ini sebagai suatu bid'ah Murji'iyah. Kelompok Murji'iyah menyatakan, bahwa selama seseorang pernah percaya dan mengaku keimanan sekali saja selama hidupnya, maka selalu ada harapan pengampunan, sekalipun semua hari-harinya yang tersisa dipenuhi dengan perbuatan-perbuatan buruk.

Walaupun kelompok Murji'iyah tidak meyakini adanya perbaikan yang terjamin, mereka merasa bahwa pengadilan paling tidak seharusnya bisa ditangguhkan, karena namanya, Murji'iyah, berarti "Orang-orang yang meminta penangguhan." (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar