Lingkungan

Ini Cara Bertanam Hidroponik Ala Komunitas BeBeHa

Awalnya dari sosmed dengan 500 anggota. Akhirnya Komunitas Belajar Bareng Hidroponik (BeBeHa) itu sukses menularkan ilmu bertanam tanpa tanah. Ini alternatif jitu atasi minimnya lahan.

Grup Belajar bareng Hidroponik ini merupakan rumah dunia maya bagi komunitas Hidroponik di Indonesia. Dibentuk oleh Eva bersama beberapa temannya yaitu Vivi Ho, Toni Iskandar, Rony Arifin, Sugeng Widyarso, Noki Prasixner, Agus Rustandy dan Dody Andreas. Untuk yang ingin belajar sangat terbuka untuk bergabung bersama grup Bebeha ini.

Dalam berhidroponik dibutuhkan kreatifitas, karenanya Komunitas ini merupakan tempat sharing sekaligus pusat dokumentasi dari keberhasilan teman-teman praktisi hidroponik. Ke depan, diharapkan masyarakat dapat mengaplikasi menanam sayuran di rumah. Jadi lebih ke arah Family Farm, setiap rumah bisa tanam sayuran sendiri untuk konsumsi keluarga.

Eva menjelaskan, masyarakat harus lebih aware dengan apa yang dikonsumsi. Bagi yang tahu dan mengerti sayuran dari hasil pertanian konvensional, akan sadar tentang residu pestisida yang terkadang disemprotkan secara berlebihan. Disisi lain pertanian organik harganya di pasaran masih mahal dan terbatas. Saya rasa, hidroponik merupakan salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan lahan dan penyediaan pangan terutama sayuran yang sehat untuk dikonsumsi. Dengan hidroponik kita dapat meminimalisir residu pestisida yang ada.

Pada dasarnya, Passion, itulah modal utama untuk belajar hidroponik. Kalau tidak suka akan susah, karena mengganti air atau menyiram tanaman akan dianggap menjadi beban. Kalau sudah suka, semua prosesnya akan dinikmati. Dari segi market, di Indonesia masih cukup menjanjikan karena potensi yang begitu besar tetapi belum maksimal pemanfaatannya. “Di perumahan ini saja, kalau saya panen berlebih, tetangga-tetangga sudah ramai memesan sayuran,” ujar Eva menceritakan pengalaman pribadinya.

Benih tanaman hidroponik yang digunakan kebanyakan masih impor dari Belanda. Benih lokal banyak juga, tapi komunitas mengikuti benih yang dipakai oleh farm komersil (Amazing Farm dan Parung Farm) seperti merk Rijk Zwaan. Sirkulasi nutrisi yang digunakan dengan sistem NFT (Nutrient Film Tech), air nutrisi tersebut mengalir tipis rata-rata 0.5 mm - 3 mm, tipis seperti film. Untuk nutrisi hidroponik Eva sudah memproduksinya sendiri bekerjasama dengan PT. Proteaq Sarana Mandiri (selaku formulator).

“Untuk jenis tanaman yang bisa ditanam dengan hidroponik, sebenarnya hampir semua jenis bisa, tetapi kita lebih kepada efektifitas penanaman saja, rata-rata maksimal sayuran yang usia 2 bulan saja. Kalau brokoli atan kembang kol kan mereka lama, akarnya banyak dan gak cukup,ujarnya lagi.

Pasar Ekspor Terbatas

Untuk pasar ekspor masih terbatas, karena regulasi dan birokrasi negara ekspor tujuan yang susah ditembus petani dan eksportir sayuran Indonesia, sementara itu untuk mencukupi pasar dalam negeri sendiri masih kurang untuk sayuran hidroponik. “Jadi buat apa kita ekspor kalau pasokan dalam negeri sendiri belum terpenuhi,” ujarnya.

Kalau dari segi harga antara pertanian konvensional dan hidroponik, jelas jauh lebih menguntungkan hidroponik. Contohnya untuk syuran kangkung saja, hasil pertanian konvensional mungkin hanya sekitar IDR 2000 untuk seikatnya, kangkung hasil hidroponik Harga jual nya mencapai IDR 10.000/ikat.

Sekarang sayuran hidroponik untuk dipasar modern atau supermarket sudah banyak tersedia, jadi tidak terlalu sulit untuk mencari sayuran hidroponik. “susah sih enggak tapi mungkin lebih ke harga sayuran yang cukup mahal untuk bandroll hidroponik,” ujar eva.

Sayuran hidroponik relatif tidak menggunkan pestisida. Eva menjelaskan, sebenarnya penggunaan pestisida adalah pilihan. Untuk skala pertanian subsisten, rasa cukup pengendalian hama dan penyakit dengan mekanis saja. Untuk mengakalinya bisa tanaman hidroponik, dibawahnya kita tanami kangkung atau sayuran lain dengan konvensional, sehingga hama dan penyakit yang datang akan lebih dulu menyerang tanaman konvensional tersebut ketimbang tanaman hidroponik. Untuk farm komersil mereka sudah pakai greenhouse yang pasti bebas hama penyakit.

Eva menambahkan, Kegiatan- aktif di grup, saling sharing pengalaman, yang tadinya pasif di grup mulai penasaran dan tertarik menjadi praktisi hidroponik, Secara berkala postingan cara bertanam hidroponik dilakukan lewat sosmed.

“Peserta kita utamanya harus tahu teori dulu. Habis itu kita akan praktik mulai dari semai, jangan sampai semai saja gagal, dan perkembangannya akan kita pantau terus. Buat sharing apa saja soal hidroponik, banyak teman-teman yang akan bantu jawab. Grup Bebeha tidak terbatas kepada admin saja. Tapi teman-teman anggota grup banyak sekali yang aktif,”terangnya.

Eva berpendapat, sayuran hidroponik dari luar, tidak perlu ditakuti untuk jadi saingan. Karena harga mereka biasanya sangat mahal bisa mencapai IDR 30.000 hingga IDR 90.000/kg. Kalau skala usaha tanam hidroponiknya masih kecil Eva menyarankan kejar pasar restoran, selain supply kebutuhannya masih bisa di penuhi, harga juga lebih bagus karena menjadi end user. Tapi kalau sasaran supermarket dan pasar modern maka skala usaha harus yang lebih besar.

Perkembangan hidroponik negara lain pesat karena lebih didukung pemerintahan. Untuk hasil pertanian konvensional dan hidroponik sebenarnya relatif, kalau konvensional bergantung pada kondisi tanah dan hara yang terkandung, kita tidak bisa atur sesuai kebutuhan tanaman hidroponik, semuanya lebih tepat nutrisi.

Ke depannya Eva berharap pemerintah lebih memperhatikan bertanam hidroponik ini. Memang walaupun sudah ada beberapa yang bagi-bagi greenhouse mini di kelurahan. Yang terpenting masyarakat juga lebih aware terhadap penyediaan sayur sehat untuk keluarga. Puspi


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar