Seorang murid tidak hanya harus mengembangkan diri ke arah kebaikan-kebaikan keluarga dan duniawi. Dia juga harus menetralkan intensitas kehidupan fantasinya melalui upaya yang keras dan keimanan kepada Allah.
Inilah satu-satunya sarana spiritual yang tersedia dalam usaha mengembangkan kepekaan ke arah kewaspadaan terhadap gerakan-gerakan roh-roh batin. Ini merupakan proses penemuan sarana-sarana baru yang terus terjadi selama perjalanan seseorang sepanjang menapaki jalan spiritual.
Tentang persoalan ini, Al-Muhasibi menggambarkan. "Ini seperti seseorang yang sedang berjalan di jalan gelap yang pekat. Matanya tidak akan berguna baginya tanpa sebuah lampu. Begitu juga lampu itu tak akan berguna baginya tanpa pandangan mata yang sehat.
Pandangan atau lampu tak akan berguna baginya jika mengarahkan pandangannya ke tempat lain, dan berjalan dengan tidak hati-hati.
Dan jika dia memandang ke atas, ke arah langit, sekalipun pandangannya itu baik dan lampunya bersinar terang, maka dia akan seperti seseorang tanpa pandangan dan tanpa lampu. Dan jika dia memandang ke arah tanah tanpa lampunya, maka dia akan seperti seseorang tanpa pandangan. Pandangan yang sehat adalah seperti akal, dan lampu seperti ilmu. Dan memandang dengan hati-hati pada akal, yang sedang berusaha untuk mendapatkan pandangan melalui ilmu, dan mengarahkan perhatian pada apa yang datang pada pikirannya sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah.