India merupakan negara pengimpor minyak sawit Indonesia terbesar. Di tahun 2017 ini, impor Crude Palm Oil (CPO) India dari Indonesia juga terus bertambah. Namun sayang, kuantitas impor itu ternyata dibarengi dengan pengenaan bea masuk impor yang melejit hingga 100%. Dari 7,5% menjadi 15%.
Sebagai negara yang tidak menghasilkan minyak nabati, India merupakan importir CPO terbesar di dunia. Selama ini impor minyak nabati ke India dikuasai Eropa, dengan produk minyak nabati yang berasal dari kedelai, bunga matahari dan rapseed.
Namun belakangan India mulai beralih pada minyak sawit. Itu terus tumbuh hingga sekarang, yang menguntungkan Indonesia. Harga minyak sawit yang kompetitif adalah faktor peralihan itu. Dan ini yang membuat India terus menambah impor minyak sawitnya pada Indonesia.
Tetapi di bulan Agustus 2017 ini India membuat langkah yang mengejutkan Indonesia. Negeri itu menaikkan bea masuk impor CPO dari Indonesia dari 7,5% menjadi 15%.
Tak pelak, kenaikan bea masuk impor itu ikut menggoyang harga CPO dunia, yang berimbas pada harga TBS di tingkat petani. Harga TBS sempat menurun karena kebijakan Pemerintah India itu.
Menyikapi kebijakan itu, Pemerintah Indonesia melakukan lobby untuk mensinkronkan kebijakan itu dengan kondisi di Indonesia sebagai produsen. Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita akan melakukan pertemuan dengan Menteri Pangan dan Pertanian India dalam waktu dekat ini.
"Dan kita akan sampaikan rasa keberatan itu saat mereka nanti datang menemui kita," kata Mendag ini.
Indonesia memang sangat kecewa dengan kebijakan itu. Sebab beban bea masuk CPO yang sangat tinggi akan menggerus harga, yang berdampak terhadap kesejahteraan petani sawit. "Nanti kita ajak mereka omong soal itu," kata Lukita. jss