Tuntutan kompetensi dunia pendidikan sudah berubah. Jika sebelumnya mahasiswa hanya dididik memahami kompetensi teknis terkait bidangnya, saat ini kompetensi itu diperluas tidak hanya sekadar memahami teknis, tetapi juga menguasai isu-isu keberlanjutan.
Rektor Institut Pertanian Stiper (Instiper) Jogjakarta Purwadi mengatakan, keberlanjutan bisnis yang menjadi tuntutan global mencakup dua hal. Pertama keberlanjutan fisik yakni terkait tata kelola alam. Dan kedua keberlanjutan bisnis sosial terkait keberlanjutan usaha secara bertanggungjawab.
“Instiper berupaya mengakomodasi berbagai tuntutan yang beragam dengan memperluas kurikulum pendidikan. Kami mengakomodasi berbagai kompetensi itu agar mampu menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang berkualitas khususnya di bidang perkebunan sawit dan hutan tanaman industri (HTI),” kata Purwadi di Jogyakarta, Senin (14/8).
Menurut Purwadi, dengan semakin meningkatnya kepercayaan yang diberikan korporasi perkebunan sawit yang menitipkan mahasiswa/i melalui program beasiswa serta berbagai program lainnya. Ke depan Instiper menargetkan harus mampu menjadi center of excellence industri sawit nasional.
Sementara itu saat memberikan kuliah perdana di Instiper Jogja, Ketua Umum GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Joko Supriyono mengatakan, kelapa sawit masih menjadi tulang punggung perekonomian nasional hingga beberapa dekade mendatang.
“Sektor perkebunan kelapa sawit masih membutuhkan banyak SDM handal sehingga kejayaan Indonesia di sektor ini tetap terjaga,” kata Joko.
Joko menyambut baik terobosan yang dilakukan oleh Instiper untuk terus menjadi pemasok
utama SDM unggulan di sektor perkebunan kelapa sawit.
“Sekarang sawit adalah penyumbang devisa terbesar bagi pendapatan negara. Sudah mengalahkan minyak dan gas yang di masa lalu adalah andalan ekspor nasional,” kata Joko.
Joko sepakat bahwa tantangan industri sawit ke depan adalah mewujudkan sektor perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. jss