Ilmu mistik Jawa sebenarnya tidak beda dengan ilmu mistik suku lain atau bangsa lain. Ilmu ini hitam putih. Yang mencelakai dan merugikan orang lain disebut ‘ilmu hitram’, sedang yang ‘menolong’ dan untuk ‘kebaikan’ disebut ‘ilmu putih’.
Dalam kasus ‘sakralitas vagina’ ini yang disebut ‘ilmu putih’ adalah perempuan yang memelet suaminya sendiri karena punya selingkuhan atau Wanita Idaman Lain (WIL).
Suaminya ‘ditaleni’ (diikat) agar tidak bisa ereksi saat kencan dengan wanita selingkuhannya itu. Cara untuk ‘naleni’ ini dilakukan ketika bercinta dengan merapal doa yang dilakukan saat keduanya mencapai orgasmus.
Dijamin jika laki-laki itu tidak tahu cara menangkalnya, maka seumur-umur dia akan jadi ‘suami setia’ karena ‘burungnya’ terus tidur, tidur terus kata Mbah Surip.
Dalam uborampe (kelengkapan) ritual mistik, ‘posisi’ kemaluan perempuan juga sangat vital. Bagi mereka yang ingin olah kanoragan, menjalankan lelaku agar sakti, tidak mempan dibacok dan dibedil lakak-lakak (ditembak tidak mati tapi malah tertawa terbahak-bahak), serta agar bisa mendapatkan ilmu panglimunan (menghilang), membutuhkan bagian dari organ intim dari perempuan.
Bahkan prosesi guna-guna atau untuk melunturkan guna-guna, juga ‘perlu’ sarana ‘hasil’ produksi alat vital perempuan ini.
Sejauh yang banyak digunakan, terdapat tiga anasir penting yang diambil dari kemaluan perempuan untuk tujuan mistik. Pertama darah perawan bagi pengamal ilmu kanoragan agar sakti secara phisik. Ini mengingatkan pada kasus Somo Salidi dari Kediri, Jawa Timur tahun 1984 yang lebih dikenal sebagai Somo Bawuk.
Untuk kepentingan ritus itu, gadis-gadis cilik menjadi korban. Diperkosa secara biadab dan dibunuh. Gadis-gadis itu biasanya diculik ketika tidur, dan diperkosa di belakang rumah. Malah ada yang diculik di tempat hajatan, saat gadis cilik itu tidur ramai-ramai bersama keluarga yang lain.
Dalam puluhan kasus perkosaan yang diakhiri pembunuhan dengan korban gadis cilik itu ciri yang menonjol adalah rusaknya kemaluan mereka. Ada tengara gadis itu tidak sekadar diperkosa, tetapi terdapat ‘benda’ lain yang diinginkan untuk diambil. Ini yang memberi sinyal polisi, bahwa perkosaan dengan pembunuhan itu tidak ‘kriminal murni’.
Akhirnya polisi melakukan investigasi ke beberapa kelompok aliran mistik yang tumbuh subur di Kediri. Hasilnya diketahui, terdapat beberapa aliran pengamal ilmu kanoragan yang mempercayai ritus sakti dengan uborampe darah perawan.
Polisi kemudian mengawasi setiap anggota kelompok itu. Tatkala terjadi perkosaan dan pembunuhan lagi dengan korban gadis cilik polisi berhasil mengamankan pelakunya. Berdasar interogasi yang dilakukan mereka mengaku menjalankan ‘laku’ itu setelah berguru pada Somo Salidi.
Lelaki yang kala itu sudah tidak bisa melihat dan biasa ‘nyuwuk’ (mengobati anak sakit dengan mantra) anak yang demam itu akhirnya ditangkap. Setelah melalui proses persidangan, akhirnya nama Somo Salidi tergantikan dengan nama baru, Somo Bawuk. Somo yang suka bawuk. Somo (laki-laki) yang suka bawuk (kemaluan perempuan). (bersambung/Djoko Su’ud Sukahar)