Humaniora

Di Gereja Sikka, Khotbah Masih Pakai Bahasa Portugis Lho

Sikka merupakan desa kecil di Pulau Flores. Jauh dari Maumere, tetapi banyak didatangi berkat peninggalan sejarahnya. Gereja Sikka yang paling dikenal. Gereja ini berdiri dekat pantai, dengan bangunan eksotik, yang khotbah dan doanya masih dalam bahasa Portugis.

Saya beragama Islam, tetapi suka kluyuran, dan gampang tertarik dengan keunikan yang menyiratkan kekunoan. Di tahun 80-an saya merambah daerah ini. Itu ketika terjadi gempa dan tsunami di Maumere, jalan-jalan terbelah, dan bangunan di Ledalero luluh-lantak.

Jika malam tiba tidak ada warga yang berani tidur dalam rumah. Semuanya membuat tenda-tenda yang didirikan di halaman, atau berdiri di tanah lapang yang ada. Sebab gempa masih terus terjadi. Dan jalan-jalan yang retak mengeluarkan asap putih.

Ketika terjadi gempa susul-menyusul di Pulau Lombok, saya merasakan betapa ketegangan dan stres yang melanda warga atau pelancong yang kebetulan berada di daerah ini. Saya penah merasakan keresahan seperti itu.

Bosan dengan ketegangan, maka kluyuran adalah hiburan. Menghibur diri. Ikuti kaki melangkah. Istirahat di sembarang tempat. Sampai di pantai selatan Pulau Flores yang gempanya agak mereda. Itulah Desa Sikka.

Desa ini merupakan desa nelayan. Rumah-rumah penduduk berderet cukup rapi. Banyak penjual penganan. Ini yang membuat ketertarikan. Sebab desa lain nyaris seperti desa mati.

Yang lebih mengejutkan lagi, di depan rumah-rumah itu ada bangunan besar dengan tiang-tiang tinggi, menjulang jauh seperti terowongan. Di terowongan ini terdapat banyak makam. Makam-makam itu terawat bersih.

Saya baru tahu itu gereja ketika berakrab-akrab dengan penduduk desa ini. Makin yakin ketika melihat salib, serta aksesoris lain yang ada dalam gereja ini.

Dan kekaguman menyeruak tatkala mengamati bangunan yang terbuat dari kayu jati yang bak istana itu, serta sejarah dan prosesinya yang masih pakai Bahasa Portugis.

Gereja ini ternyata sudah ada sejak abad 14. Sekarang namanya Gereja St Ignatius Loyola. Sejarah gereja ini dimulai dari Moang Lesu Liardira Wa Ngang, raja Sikka abad ke-14, saat berjuluk Ina Gete Amagahar (pintar, berwibawa, dan didengar) masih muda dan melanglang ke Selat Malaka.

Dia bertemu misionaris Katolik asal Portugis dan membaptisnya menjadi Don Aleksius atau Don Alexu Ximenes da Silva.

Da Silva dihadiahi Senhor atau salib dari Portugis, juga patung Meniho. Saat pulang ke Sikka Agustinho Rosario da Gama ikut, dan bersamanya mendirikan kapel kecil untuk patung yang dibawanya.

Tahun 1617, gereja Katolik menempatkan pastor pertamanya di Desa Sikka, yaitu Pastor Manoel de Sa OP, dan dari desa inilah misionaris melakukan syiar agama. Tak heran jika kebaktian, gereja ini masih memakai Bahasa Portugis. Djoko Su’ud Sukahar


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar