Humaniora

Ruwatan Sudamala (7) : Sadewa Diberi Dua Putri Tambapetra

Semua telah mengambil tempat duduk. Begawan Tambapetra berkata kepada anak-anaknya: "Sekarang saya sudah dapat melihat dengan terang. Yang menolongku memang muda belia dan bagus rupanya. Sekarang untuk memenuhi janjiku, kuberikan kedua anakku, Ni Soka dan Ni Pandapa.”

“Wahai anak-anakku, lekaslah menghadap Sang Pangeran. Bawalah sirih, tempatkan di atas telancang. Lekas sambut dengan hormat kakandamu itu," kata Begawan Tambapetra.

Kedua gadis itu pun berhias. Setelah itu datang dengan membawa telancang. Mereka berjalan gemulai. Melayang-layangkan selendangnya ke kanan ke kiri. Dan saat sudah di tengah ruang pertemuan, mereka menyembah Sang Pendeta.

Dengan kata-kata manis, Begawan Tambapetra mulai menuntun jalannya upacara keluarga. "Anak-anakku, persembahkan sirih itu pada kakandamu."

Kedua gadis itu pun mempersembahkan sirih kepada Raden Sudamala. Nampak Ni Soka dan Ni Pandapa mukanya memerah. Ia malu-malu untuk mendekatkan diri pada calon suaminya itu. "Selamat datang Pangeran, hamba persembahkan sirih kepada Tuan," kata keduanya dengan suara bergetar.

Raden Sudamala menerima sirih itu. Ia berkata. "Nah, sudah kuterima sirih persembahanmu, silakan mundur!"

Namun belum sempat dua gadis itu mundur, Begawan Tambapetra menimpali dengan kalimat manis. "Kini sirih telah diterima. Sekarang pergi duduk disamping kakandamu itu. Duduklah berjajar dengan Raden Sadewa!"

Setelah menyembah, mereka berdua lalu duduk. Kini Ki Putut datang dengan membawa hidangan nasi, ulam, tuak serta tuak manis. Acara santap makan berlangsung. Begawan Tambapetra bersama Raden Sudamala, ditemani kedua anak gadisnya.

Ki Putut kembali menghidangkan arak, brem dan kilang. Mereka bersama-sama minum. Usai acara itu, Semar mulai kebagian makan. Ia nampak sangat lahap. Tambapetra pun berkata: "Hendaknyalah tempat Ni Soka dan Ni Pandapa di balai sebelah barat segera disiapkan. Dan hiasi dengan indah."

Ki Putut pun berangkat menjalankan perintah. Selesai menghias dan menyiapkan segala-galanya, ia melapor Sang Begawan: "Tuanku, hamba telah selesai menghias dan menyiapkan semuanya."

Sang Begawan mulai mempersilakan. "Puteraku, Raden Sudamala, antarkan kedua adindamu ke tempat peraduan. Temuilah mereka pada waktu sore." Raden Sudamala menyahut, "hamba mohon diri." Setelah itu, ia pergi diiringi Ni Soka dan Ni Pandapa menuju balai sebelah barat.

Ketika Raden Sudamala sudah berangkat, sekarang Semar yang ngedumel. Ia berkata: "Kini aku harus tidur sendirian. Raden Sudamala sudah mendapatkan teman, bagaimana dengan aku? Biarlah aku mengintip saja. Tapi, Ki Putut, sukakah kamu mempererat persaudaraan dengan aku? Kalau ya, tolong mintakan aku seorang gadis pada Sang Begawan."

"Ah, aku takut mengatakan itu," jawab Ki Putut.

"Kamu kan sekadar memberi tahu saja. Kalau beliau marah, tentu bukan ke kamu, tetapi kepadaku."

Ki Putut pun terdiam. Ia berjalan menuruti perintah Semar. Menghadap Bagawan Tambapetra, untuk menyampaikan permintaan Semar. Ia berkata sambil menyembah kepada sang pendeta. "Tuanku, Semar mohon orang perempuan."

Sang Maha Pendeta terdiam. Ia agak kebingungan. Namun tiba-tiba datang dayang-dayang yang bernama Si Satohok. Sang Pendeta seperti mendapat jalan keluar. Ia menyuruh Ki Putut untuk memanggil dayang-dayang itu. "Ni Satohok, coba kemarilah, kamu akan dikawinkan." Bagaimana reaksi dayang-dayang ini?

Ni Satohok ternyata senang. Hatinya girang. Ia tersenyum-senyum, seraya berkomentar agar secepatnya itu dilakukan. "Wah untung besar aku ini, kalau sungguh-sungguh akan dikawinkan. Lekas-lekas sajalah, wahai Ki Putut kalau itu benar. Kamu memang sungguh-sungguh teman baikku."

Mereka kini menghadap sang Pendeta. Bersama-sama menyembah. Sang Begawan berkata berlahan-lahan: "Towok, kuputuskan, kamu akan kuberikan kepada Semar."

"Daulat Tuanku, hamba menurut, tak akan menolak,” jawab Ni Satohok. “ “Nah, Ki Putut, iringkan aku, bawalah ke tempat Semar lekas-lekas". (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar