Humaniora

Ini Aura Mistis Gamelan Pusaka Mbah Bandong

Gamelan Pusaka Embah Bandong ini begitu dikeramatkan. Ia hanya boleh ditabuh pada hari-hari tertentu. Dan ketika gamelan itu ditabuh, tak sedikit orang terbuai. Mereka seakan terhipnotis.

Kemasyhuran Gamelan Embah Bandong sudah merebak kemana-mana. Bagi masyarakat di Kecamatan Arjasari, khususnya, penampilan gamelan Embah Bandong sangat dinanti-nanti. Mereka sanggup menyaksikan dan mendengar gamelan itu dari awal hingga akhir.

Cuma, tak sembarang waktu gamelan tradisional yang sangat dikeramatkan ini ditampilkan. Gamelan Embah Bandong memang tidak seperti perangkat gamelan pada umumnya.

Gamelan ini hanya bisa ditabuh pada hari-hari tertentu saja. Yakni setahun sekali pada tanggal-tanggal tertentu, seperti 12 Mulud atau 12 Rabiulawal. Penampilan gamelan pada 12 Mulud itu ada sejarahnya. Sebab pertama kali Gamelan Embah Bandong ditabuh, dilakukan persis pada saat 12 Mulud itu.

Kedua, gamelan ini hanya boleh ditabuh pada saat upacara-upacara yang mengandung sejarah kenegaraan. Dan ketiga, pada upacara-upacara selamatan adat, seperti upacara ngebakeun (memandikan) benda-benda pusaka.

Lagu yang dimainkan pun hanya berjumlah 17. Yakni lagu Sodor, Seseregan, Ganggong, Gonjing patala, Asmaradhana, Pangkur, Maleber, Pucung lingkup, Boyong, Galumpit, Magatru, Papandanan, Bujang Anom, Angin-angin, Bango, Galatik nunut, dan Joher.

Ketika hendak memainkan gamelan ini, yang harus ditabuh terlebih dulu adalah dua buah gong yang besar. Itu karena dalam sejarahnya, yang pertama kali menabuh gamelan ini adalah Embah Manggungdikusumah.

Kekeramatan Gamelan Embah Bandong, memang tak lepas dari riwayat penemuannya. Hingga kini tak ada seorang pun yang tahu siapa pembuatnya. Seperti dituturkan salah seorang juru peliharanya, Amang Nanang, gamelan Embah Bandong ini ditemukan oleh Embah Dalem Andayasakti. Salah seorang Raja (setara Bupati) yang sangat mencintai rakyatnya.

Suatu ketika, Embah Dalem Andayasakti melakukan kunjungan menemui rakyat di kampung-kampung. Ketika sampai di Lebakwangi, Embah Dalem Andayasakti mendapat firasat aneh. Ada getaran halus menembus kalbunya. Karena penasaran, ia berhenti di tempat itu, dan meminta Kepala Kampung untuk menggali tanah itu.

Setelah dilakukan penggalian, sungguh ajaib, ternyata gundukan tanah itu berisi seperangkat alat musik gamelan yang terbuat dari perunggu lengkap dengan waditranya.

Alat-alat musik itu antara lain, dua buah gong besar, bonang, rincik, saron, kecrek, dan lainnya. Embah Dalem meminta rakyat membersihkannya, yang memakan waktu dua bulan. Akhirnya oleh Embah Dalem Andayasakti, gamelan itu diberi nama Embah Bandong.

Sedang tanah tempat asal gamelan ditemukan menjadi mata air yang jernih dan berlimpah. Ketika musim kemarau tiba, mata air ini tak pernah kering. Masyarakat memanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari. Mata air ini diberi nama Cilurung. Kini nama itu menjadi nama kampung di daerah Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung, dimana gamelan itu pertama kali ditemukan.

Menurut cerita rakyat, ketika musik dari Gamelan Embah Bandong ini dimainkan, suaranya sangat indah. Siapa yang mendengarnya akan terbuai. Ada daya penarik yang membuat orang betah dengan musik tradisional itu. Malah tak sedikit orang yang sakit seperti migrain atau stress, bisa langsung sembuh mendengar suara Gamelan Embah Bandong.

Sepertinya ada kekuatan gaib yang turut menyatu dengan suara gamelan itu, tutur Amang Nanang.

Selain daya tarik dari suaranya, nilai-nilai sejarah gamelan ini menjadi perhatian pemerintah. Gamelan Embah Bandong pun menjadi benda cagar budaya yang sangat dilindungi.

Selain pada waktu-waktu tertentu, gamelan ini juga kerap diikut-sertakan dalam acara Festival Musik Tradisional di berbagai tempat. Tujuannya untuk memperkenalkan seni tradisional peninggalan leluhur kepada masyarakat. eko/js


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar